207
“Ri...” Aku menghambur peluk pada Chanting yang ternyata memintaku datang di rumah saudaranya. Karena kebetulan hari itu adalah weekend, Chanting selalu berkunjung ke rumah sepupunya, Adel. Ia diminta oleh keluarga Adel untuk menjaga warung milik mereka.
“Astaga sampe kusut begini temen gua, bener-bener monyet si Jordy ya!” Chanting memaki penuh emosi. “Masuk Ri, kamar tamu di depan udah gue bersihin. Maap tapi ya, cuma pake kipas angin.”
Aku mengangguk lemah lalu langsung menuju kamar yang Chanting maksud. Sahabatku itu sampai meninggalkan warungnya sejenak demi membuatkanku secangkir teh hangat dan beberapa camilan agar aku dapat mengisi perut.
“Aidan gimana Ri?” Aku terdiam. Aku tahu apa yang akan terjadi bila Aidan tak melihatku sehari ini, sebab perasaanku sejak kemarin tak menentu.
“Gue gak tau, Ting. Gue sakit hati ada di rumah itu terus, gue ga mikir panjang tadi. Kebawa emosi.”
Chanting menepuk bahuku pelan, “sabar ya, Ri... Gue baru sempet pegang hape pribadi, missed call dari Renjana sekebon rame banget. Kata dia Jordy kelabakan nyariin lo.”
Aku menghela nafas pelan. “Gue blok nomernya Jordy.”
“Anjing,” umpat Chanting kesal. “Ya lo istirahat aja dulu Ri disini..”
Aku mengangguk, “kalo Jordy nelepon lo jangan diangkat. Biarin aja.”
”...Gue tadi udah minta temen gue kontakin Pak Rudolf.”
“Rudolf bos lo yang di tempat sebelumnya itu? Yang kuasa hukum?”
Aku mengangguk. “Gue udah daftar ke pengadilan agama, Ting.”
“Wah...” Chanting menggelengkan kepala. Walau dia terlihat heran aku tahu dia mengerti perasaan dan sakit hatiku saat ini.
“Senin gue berkas perceraiannya udah mampir di rumah kata temen gue.” Suaraku gemetar saat menyampaikannya, Chanting menarikku dalam peluknya. Ia turut menangis saat aku menuturkan semua kalimat Jordy di laman chat.
“Ri, dengerin gue. Lo cakep Ri, mumpung lo belom punya anak juga sama si Duda Gila itu, lo puas-puasin diri lo. Yang nunggu lo cere banyak. Jangan salah! Satu, Jenan. Dua Renjana, Tiga Omar, pemuda Balai Desa sebelah. Siapa lagi...ya?”
Aku terbahak mendengar perkataan Chanting. “Everybody knew that you're worth to be waited. Sumpah. Lepasin tuh Duda Sinting.”
“Thank you, Ting.” “Sama sama, Ri.