211

“Astaghfirullahaladzim Pak Jordy!”

Erna terkaget-kaget mendapati tuannya dibopong oleh Devon dengan wajah babak belur. Tapi bukan cuma itu. Di sebelah Devon, ada juga Jenan dan Teza yang menemani.

“Langsung taro di kamar aja, Mbak Erna. Saya kasih pelajaran dikit bapaknya, gak apa-apa ya,” kata Jenan. Erna mengangguk cepat dan cuma bisa menuruti perkataan dua sohib tuannya. Ia mempersilakan Jenan dan Teza masuk ke kamar Jordy.

“Hape Jordy ada di ruang tamu ya, Mbak. Tolong simpenin,” gumam Teza dengan suara yang agak menjauh.

Mereka berdua sibuk mengurus Jordy yang terkapar, dan Erna sibuk memasakkan air hangat untuk membasuhkan luka pada jidat dan bibir Jordy. Karena semua orang sibuk dengan Jordy, Aidan yang berdiri di pojokan dengan baju piyama Pororo-nya, mengendap-endap dan mengambil ponsel ayahnya. Diam-diam anak cerdik itu juga memfoto seluruh rangkaian ayahnya yang babak belur tadi. Lalu ia kembali ke kamar dan mengunci pintu.

.

Tangan Aidan bergerak cepat mencari kontak ibu sambungnya. Dikiriminya pesan tiga kata.

'Mah.' Kemudian ia keluar dengan sangat pelan dan kembali meletakkan ponsel ayahnya di tempat semula.