Incapable

Air mataku tiada henti merebak saat membalas pesan dari Aidan. Rinduku pada anak itu kian menggebu lantaran mendengarnya terisak, menginginkanku ada di sisinya.

Namun ucapan Jordy yang selalu menudingku meninggalkan Aidan tanpa tanggung jawab, akhirnya membuatku tertahan. Sebenarnya, bisa saja aku kembali ke rumah, tetapi aku tak sanggu bila harus bertatap muka dengan mantan suamiku.

Bukan karena gengsi, kok. Tapi rasa sakit yang ia tinggalkan masih mengakar di hati. Aku juga tak mau bila harus adu mulut di depan Aidan.

Aku ingin Aidan mengerti perlahan bahwa ada hal-hal baik yang tak dapat dipersatukan, seperti aku... dan papinya.

Meski Aidan mengaku bahwa Jordy sangat menyesal, aku tak yakin itu adalah kebenarannya. Barusan, Jordy membalasku dengan ucapan yang menyakitkan—khas dia sekali jika mengomeli orang tanpa pandang bulu. Aku sadar mungkin dari perkataanku ada yang salah, tapi lelaki yang sekarang sudah berubah status menjadi mantan suamiku itu... tidak mau tahu bagaimana sulitnya menjadi aku. Hal inilah yang membuatku enggan menjawab pertanyaan Aidan di baris terakhir percakapan kami.

Aku belum bisa.