273
Kukira teror itu telah usai. Kukira aku bisa berdamai setelah menjalani proses ruqyah. Namun seakan tidak terima, Medusa kembali mengusikku. Usai semalam penuh ia mengganggu, sebelum sempat aku menghampiri Jordy, perutku kembali keram dan perih. Mulutku membisu, bagai direkatkan oleh sesuatu hingga sebait kata doapun tak dapat tersebut. Tanganku merogoh-rogoh lemari kecil di sebelah ranjang, tapi sebelum tergapai ponselku terjatuh lebih dulu. Hingga Aidan datang dan berteriak dengan suara gemetar.
“Maaah, Mamaaaah! Maaah, perut Mamah kenapa?”
Aku hanya bisa menangis karena saat itu tubuhku melemah seketika. Sekujur dahiku mulai berkeringat, dan tanganku gemetar hebat. Lamat-lamat pandanganku mulai samar dan dari arah jauh terdengar suara serak yang mengekeh.
Lirih, namun sangat jelas suara itu berkata, “kita belum selesai... Ini akibatnya kamu berani melawan saya. Tak pateni awakmu! Tak tuku' rahimmu! Kowe raiso nduwe anak!” (aku matiin kamu, kuambil rahimmu! Kamu gak akan bisa punya anak!)
Tangisku semakin menjadi-jadi, nafasku sesak dan dadaku tercekat. Aku sudah berusaha berteriak memanggil Aidan dan Jordy, tapi Aidan sepertinya ditutupi oleh sosok mengerikan itu.
Kulihat Aidan kebingungan, ia ketakutan tapi tak menyerah mencari bantuan. Aku benar-benar merasa sangat bersalah pada Jordy dan Aidan. Mereka akan tersiksa jika terus memedulikanku. Mereka juga akan kerepotan bila harus merawat dengan kondisiku yang bolak-balik diganggu makhluk tak kasat mata, bahkan di waktu yang tidak tepat. Aku ingin mereka hidup tenang dan tak perlu lagi memikirkan kondisiku.
—