301 The Warmest Welcome and Thank You

Raung tangis Aidan kembali memecah suasana. Rupanya, dia sangat trauma dengan kedatangan nenek kandungnya, Recha. Kepalanya masih menyimpan memori pahit itu hingga membuat bocah sembilan tahun itu langsung memberontak dalam gendongan ayahnya.

“Enggak mauuu, Papiii! Oma jahaaat, Oma kurung Idan! Idan mau sama Eyang Ratih ajaaaa, enggak mau sama Omaaaa!”

Begitu aduannya pada sang ayah. Jordy yang tadinya tenang-tenang saja, akhirnya kewalahan lantaran Aidan menjadi tontonan.

Bagaimana tidak, mereka semua berpikir Mentarilah racunnya. Mentarilah yang membuat Aidan berpikir demikian. Padahal kenyataannya tidak. Dia juga tahu seperti apa perilaku mantan mertuanya pada sang istri.

Untung Erna sudah sigap di sebelah Sang Tuan. Aidan pun dipindahtangankan padanya agar situasi lebih terkendali. Peluh di dahi lelaki berusia 35 tahun itu sampai bercucuran karena tak kuasa menahan panas yang membara.

Sedangkan sang istri yang tengah menggendong putri mereka yang baru lahir itu termangu. Tatapnya kosong, tapi jelas tertuju ke antara Recha dan suaminya.

Mentari tak lagi bisa berkata-kata ketika mata ketiganya menangkap bayang seorang perempuan dengan pakaian serba putih dan rambut panjang.

Wanita itu memiliki ciri khas yang sangat ia kenali—batang hidung yang bertahi lalat. Dia tersenyum dingin, namun lama kelamaan senyumnya mulai berganti menjadi hangat.

Air matanya mengalir membasahi pipi. Mulutnya terbuka lebar dan mengucapkan sepatah kata.

“Terima kasih...”

Mentari terkesiap. Dalam sekejap bayang wanita itu lenyap tak lagi terlihat oleh kasat mata. Namun tiba-tiba aroma jasmine menyapa hidungnya. Pekat.

Mentari menundukkan kepalanya dan dalam hati dia membalas, “Sama-sama Mbak Kirana...”

“Saya ikhlaskan kalian berdua, maafkan perbuatan saya di masa lalu. Saya menyesal bersekutu dengan ibu tiri kamu... Saya cuma ingin pergi dengan tenang... Tolong rawat dan jaga Aidan sampai dia dewasa begitupun Jordy sampai maut memisahkan kalian berdua...Maafkan kedua orang tua saya juga... Saya harap kamu dan Jordy selalu bahagia..”

Usai berucap demikian wangi jasmine itupun hilang seutuhnya, demikian juga tangis Aidan yang berhenti.

Mentari dalam batinnya melihat jelas jika Kirana memeluk Aidan untuk terakhir kalinya.

Dia sadar bahwa itulah yang membuat Aidan tak nyaman hingga ia menangis kencang.

Sedang Kiori... Mentari lihat dengan kemampuannya, Kirana menatap putrinya dengan senyum lembut dan penuh keibuan.

Sesudahnya, perempuan berbaju putih itu pun pergi dari hadapannya.