370

“Jadinya kita nginep di villa kamu, Ka?”

Lelaki berhidung mancung itu menurunkan kacamata andalannya, kemudian mengangguk. “Iya, Nya. Lebih aman di sana, ada satpam yang jaga. Luas kok tempatnya, Nora bisa lari-lari, jumpalitan.”

Anya tertawa pelan, “Ya enggak sampe jumpalitan juga dong. Emangnya dia lady rocker?”

“Siapa tau kan? Passion Nora di dunia musik, orang tiap nyanyi baby shark palanya sampe headbang.”

Anya tergelak mendengar ucapan Shaka. Dia memang membenarkannya. Nora kalau suka dengan sesuatu, pasti akan menari-nari dan menggoyangkan kepalanya.

“Hahaha, kamu nih, ada-ada aja, Ka. Bagus sih kalo dia punya passion di musik, tapi kalo jadi lady rocker kayaknya ga mungkin.”

“Aku akan jadi pendukung nomer satu kalo Nora jadi lady rocker!” gurau Shaka makin menjadi-jadi sambil membentuk jari metal. Anya di sebelah cuma bisa geleng-geleng melihat kelakuan Shaka yang ada-ada aja.

“Nora pules banget tidurnya.” Shaka berucap seraya membelai kepala anak yang tengah berada di pelukan ibunya, sambil terus memeluk boneka beruang kesayangannya pemberian Shaka.

“Coba kamu ambil bonekanya, Ka.” “Emang kenapa?”

“Cobain aja.” Dengan polosnya Shaka menuruti perkataan Anya, dan tidak sampai semenit Nora langsung menunjukkan mimik imut seolah mau menangis. Shaka segera mengembalikan boneka itu ke tangan Nora.

Mendapati bocah kecil itu tidak mau melepas boneka pemberiannya, hati Shaka tergugah. Ia begitu tersentuh kala menemukan Nora sangat menyukai boneka pemberiannya.

“Dia selalu gitu kalo boneka dari kamu diambil, kalo ada yang mau narik mukanya langsung kayak mau nangis,” tutur Anya seraya menepuk-nepuk punggung Nora agar ia kembali tidur nyenyak.

“She loves you a lot, Ka..” kata Anya dengan mata berkaca-kaca.

“Sama kayak aku. I love you a lot too. And her of course.” Shaka menjawab, seraya menggenggam tangan mungil Nora yang tergantung di atas tangan ibunya.

“Aka, bener-bener kamu nih ya..”

“Blushing lagi!” ledek Shaka. “Sayang, entar lagi sampai. Aku biar turunin strollernya Nora dulu. Kamu turunnya nanti.”

“Iya, Sayang.” . . . .

Nuansa pedesaan yang asri menyapa netra Anya saat pertama kali ia melangkah turun dari mobil Rolls Royce milik Shaka. Mereka berhenti tepat di depan sebuah villa yang berlandaskan aksen kayu dan terkesan seperti rumah orang Jepang. Kalau begini, sudah pasti Anya tidak perlu menebak siapa pemiliknya. Keluarga Elliot Kamandhaka.

Anya pernah sekali ke tempat ini. Pada saat itu, Anya sedang ditugaskan Pak Elliot untuk mengecek lahan property yang ia pegang, rupanya lahan yang sedang dibangun itu akan dijadikan villa sebagus ini. Anya cukup takjub dengan arsitektur dan interior di bagian depan. Warnanya coklat gelap cenderung ke warna kayu mahgony, memberi kesan simpel dan mewah. Anya memang sangat hafal dengan selera Pak Elliot yang menyukai bangunan minimalis.

Villa ini begitu mengambarkan ayah dari Shaka tersebut. Omong-omong soal Pak Elliot, tidak jauh dari pandangan Anya, mengapa ia seperti melihat mobil dinas Pak Elliot terparkir di seberang? Apakah Beliau juga sedang berkunjung?

Anya segera melirik Shaka yang sedang mendorong stroller Nora. Laki-laki itu sama sekali tidak berbicara apa-apa soal ini. Dia sejak tadi malah sibuk ngajak bercanda Anya. Seketika kalut pun menyergap benak perempuan itu.

Bayangan-bayangan jika Pak Elliot akan memasang tampang kecut pada ia dan putrinya membuat langkah Anya terasa berat, sampai ia menyeretnya.

“Nya, kenapa?” Shaka segera menoleh pada Anya, memerhatikan wajah canggung serta pucat pasi di parasnya, lelaki itu mengusap pundak Anya, menyalurkan ketenangan pada perempuan yang sungguh ia cintai ini.

“Everything will be fine, Anya. Ada aku.” “Bukan itu...” ujar Anya memelankan suara. “Percaya deh, they even have something special for Nora.”

Anya melongo. Dia bahkan tak tahu apa-apa mengenai ini.

“Apaan?” “Dah, ikut aja ke dalem,” ajak Shaka.