458
“Nya, istirahat dulu di kamar, aku taro Nora sebentar ya,” kata Shaka sebelum ia masuk ke kamar putrinya.
Pelan-pelan Shaka menepuk punggung Nora beberapa kali agar tidurnya semakin lelap.
Mendapati sang suami yang tengah menepuk punggung putrinya, benak Anya dihampiri rasa hangat karena tindakan Shaka. Ia benar-benar terkesima dengan cara laki-laki itu menyayangi putrinya dengan tulus. Bahkan, Shaka selalu bilang ke orang-orang bahwa Nora adalah anaknya. Misalnya begini.
“Oh iya, anak saya sudah berusia empat tahun. Baru ulang tahun beberapa waktu lalu.”
Atau, jika ada yang bertanya bagaimana bisa ia memiliki anak, padahal tahu jika dulunya ia berstatus lajang, Shaka akan selalu menjawab tegas. “Anak Anya, anak saya. Nggak bisa diganggu gugat.”
Orang-orang yang mendengar jawaban Shaka langsung bungkam. Tidak satupun dari mereka berani bertanya lebih lanjut mengenai status Nora. Dan hal ini sangat membuat Anya tersentuh.
Shaka dan ketulusannya, tidak pernah bisa digantikan oleh siapapun.
Sambil berjalan pelan serta mengelus perut dan punggungnya, Anya masuk ke kamar. Berbaring di kasurnya dengan segera, karena kakinya langsung terasa sakit jika berdiri terlalu lama.
Tak lama kemudian ketika Anya sibuk menepuk-nepuk pinggangnya, Shaka pun muncul. Ia duduk di sebelah Anya, dan tanpa diminta, langsung mengusap pinggang Anya.
“Pegel ya?” tanya Shaka.
Anya mengangguk, sambil mengendus aroma koyo yang berasal dari punggung Shaka. Dalam sedetik ketika sadar sang suami juga sedang dalam keadaan lelah, air mata pun mengalir di wajah Anya.
“Anya...aku salah apalagi?”
Yang ditanya malah makin menangis. Shaka memandang istrinya dengan dahi mengerut, khawatir. “Sakit banget ya? Kita ke dokter aja ya?”
Anya menggeleng kuat, kemudian memukul pelan dada Shaka. “Kok aku malah di KDRT gini sih...” guraunya.
“Kamu gitu sih...” isak Anya.
“Gitu gimana sih, Sayang?”
“Kamu lagi pegel-pegel kan? Tuh, tengkuk leher kamu merah. Abis dikerok siapa?”
“Dea.”
“SHAKAAAAAA!”
“Hahahahah, Sadewa lah!”
“Dih nyebelin banget...kemaren ngomel-ngomel sama aku karena gak mau istirahat, sendirinya malah gitu,” gerutu Anya sambil memanyunkan bibir.
“Aku bukannya gak mau ngasih tau, Nya. Liat, kamu tau aku kerokan aja bibir udah memble gitu, langsung mewek.” Sambil berkata demikian, Shaka menarik Anya dalam peluknya.
“Kangen,” ucap Shaka pelan di telinga Anya. “Nggak pake nangis ya, Nya. Masa kalah sama Nora?”
“DIEM DEH!” tukas Anya cemberut, “aku kayak gini, gara-gara lagi bunting! Masa gak paham kalo bumil tuh sentimentil!” balas Anya dengan nada seriosa yang membuat Shaka menderai tawa.
“Hahahahaha, sorry, Hon.” Di gaspol oleh sang istri, Shaka makin tergelak, pasalnya Anya dan wajah cemberutnya itu begitu menggemaskan bagi Shaka. Akhirnya untuk mengembalikan mood Anya yang terlanjur anjlok akibat ulah usilnya, Shaka menandaskan senjata rahasia.
That passionate kiss yang selalu membuat semburat merah muda di wajah Anya tampil dengan sempurna.
“Astaga....abis ini watermelon seed mana lagi yang mau kamu beliin buat aku?” balas Anya menyinggung pembicaraan random Shaka, sambil mengusap bibir sang suami dengan ibu jarinya.
“Heh! Hahaha.” balas Shaka terpingkal-pingkal. “Hon, serius deh.”
“Hmm?” Shaka berpindah posisi dengan hati-hati agar tidak menindih perut Anya. “Aku kepikiran soal kamu nangis kemaren. Maaf banget kalau aku sampai se-marah itu. Do you mind to teach me?”
Anya terperanjat, menatap suaminya lekat-lekat. “Teach you...what?”
“Ya supaya aku nggak bikin kamu nangis lagi, atau kamu takut sama aku. What I mean was only to protect you and the baby. Kalau soal jealous, ada sih sedikit. Tapi kalau dipikir-pikir lagi, kamu pasti lebih bucin sama aku.”
Anya hampir terharu dengan pengakuan sang suami, tapi ujungnya dia tertawa mendengar kepercayaan diri Shaka.
“Aku nggak mau ah ngajar-ngajarin kamu gitu, nanti kayak nyetir suami. Lagian kan emang udah seharusnya aku nurut sama kamu.”
”...I am really sorry if I misbehaved to you, kemarin. Neglecting my healthy, padahal buat Baby El juga... Maafin aku ya, Ka...”
Shaka tersenyum kecil, lalu mengangkat tatapannya pada Anya. “Aku maafin, jangan nakal lagi ya, Hon.”
“Mau peluuuuk,” ucap Anya manja, merentangkan tangannya lebar-lebar. Shaka langsung memeluk istrinya erat. “I love you,” ujar Shaka.
“I love you more, Papa Aka! Makasih aku udah dimaafin.”
“Sama-sama.”
—