Aidan's Best Mom
“Ap-apa ini, Dan?” Satu pertanyaan terdengar dari Mentari ketika saya berdiri di ambang pintu. Ia terlihat heran dan bingung saat wajah saya tak terlihat, karena tertutup oleh buket bunga matahari yang besar.
“Dari Papi sama Idan biar Mamah enggak sedih dan gak pergi-pergi lagi,” jawab Aidan spontan. Ia tersenyum kecil, lalu meraih bunga matahari yang masih saya genggam.
“Makasi—” Ucapannya terhenti sejenak karena saya sengaja mengecup bibirnya kilat. Pipinya langsung bersemu merah, mukanya panik takut terlihat oleh Aidan. Sementara anak itu langsung bersorak ketika dia melihat apa yang saya hadiahkan pada ibunya.
“Bukan buat ditiru ya, Aidan.” Saya mengingatkan sambil menggenggam tangan Mentari dan menariknya ke sisi saya.
“Iyaaaaaaaa, Idan tutup mata kok tadi, kan Idan masih kecil enggak boleh liat,” sahutnya sambil menutup mata dengan tangan.
“Good, that's my son.” Saya mengusap rambut Aidan sebelum ia menghilang ke kamarnya. Anak itu langsung lari karena sejak di mobil ia sudah tak sabar ingin bermain game kesayangannya. Mumpung hari ini hari libur, saya mengizinkan Aidan bermain game sepuasnya. Hitung-hitung, hal itu adalah hadiah untuknya karena telah membantu saya seharian ini.
“Mas Jordy,” panggil Mentari sepelan mungkin. Dia kira saya tidak mendengarnya, tapi untung, pendengaran saya masih berfungsi dengan sangat baik sehingga meski Mentari sengaja mengecilkan suaranya, saya masih dapat menangkapnya begitu jelas.
“Hmm.”
“Jawabnya judes banget,” gumamnya. “Maaf ya kemaren pergi nggak izin sama kamu, main kabur-kabur aja.”
“Ya,” sahut saya, mengacak puncak kepalanya pelan.
“Saya juga minta maaf karena ngomong yang nyakitin ke kamu.”
Ia tersenyum lalu mengangguk. “Kan kemaren aku udah maafin, jangan mabok-mabokan lagi ya.”
Gantian saya yang mengangguk. “Kebablasan kalau yang itu.”
“Kamu inget nggak kamu ngapain?” tanyanya. Saya menggeleng. Karena setiap mabuk saya tidak pernah mengingat apa yang saya lakukan. “Saya ngelakuin hal-hal aneh ke kamu? Ehm...”
“I mean, did we make love without my concern?”
Dia menggeleng. “Alhamdulillah, enggak.”
Jika bukan itu jawabnya, saya seharusnya lega. Tapi kenapa saya malah gelisah begini, ya?
“Terus saya ngapain?”
Mentari tersenyum sambil membuka ponselnya dan memutarkan pesan suara yang ia terima entah dari siapa.
“Ri, ampun, Ri...jangan tinggalin aku, Ri...Yang...pulang...”
“Inget?” tanyanya dengan muka jahil, menahan cengiran lebar.
“Kerjaan siapa itu?” Saya berusaha meraih ponsel itu dari tangannya, tapi tubuhnya yang mungil serta gerakan tangan Mentari yang cekatan, membuat saya gagal merebut ponselnya.
“Kerjaan siapa, Ri?” tanya saya sekali lagi.
“Ada deh!” balasnya dengan wajah puas.
“Kasih tau siapa yang ngerekam.” Tepat ketika Mentari lengah, ponsel itu akhirnya berhasil pindah ke tangan saya, di sana tertulis jelas nama Teza sebagai pengirimnya.
Jadi dia biang keroknya...
“Mas Jordy...” Suara Mentari terdengar parau, ia tiba-tiba saja menitihkan air mata usai menemukan sebuah kertas putih kecil yang berisi tulisan saya.
To: Aidan's Best Mom From: Jordy. R Hanandian
Mentari, saya ingin meminta maaf sebesar-besarnya sama kamu atas semua perilaku saya sama kamu.
Banyak hal-hal dalam diri saya yang mungkin sangat membingungkan buat kamu. Seperti yang kamu bilang—saya nyebelin. Saya jahat, saya gak sayang sama kamu. Saya selalu nyakitin kamu dengan kata-kata dan sikap arogan saya.
Saya sadar kalau semua kelakuan saya buat kamu ga nyaman dan akhirnya kamu pergi ninggalin saya dan Aidan.
Awalnya, saya berpikir kalau hal itu akan baik-baik aja. Tapi setelah satu hari penuh saya gak lihat muka kamu, dan di rumah ini gak ada kamu, saya gak bisa tidur. Aidan juga. Kita berdua kebingungan sendiri.
Saya bahkan ngga tau dimana pakaian dalam dan pakaian kerja saya ada di mana. Saya tanya Erna, dia bilang kalau pakaian kerja saya kamu yang simpen. Dan saya ga nemuin itu semua. Saya frustasi.
Buku-buku Aidan berantakan, saat saya mau susunin jadwal pelajaran dia, saya bingung sendiri. Saya gak paham mana buku cetaknya, mana buku catatannya. Semua cuma kamu yang tau.
Dari situ saya sadar kalau kehadiran kamu dalam hidup saya sama berartinya seperti Aidan.
Tanpa kamu saya nggak bisa apa-apa. Nggak ada kamu, hidup saya hancur berantakan. Entah karena saya terlalu acuh sama Idan dan kamu atau memang gak pernah mengerti apa arti keluarga yang sebenarnya.
Saya malu karena saya harus diperingatkan Aidan. Dia yang saya kira cuma anak kecil polos yang gak ngerti apa-apa, justru jadi laki-laki paling hebat, jauh lebih hebat daripada saya, papinya.
Kamu mendidik Aidan dengan sangat baik. Dia jadi laki-laki yang luar biasa tanggung jawab, punya manner. Dia yang mengajarkan saya apa arti keluarga dan kehangatan yang sesungguhnya.
Seharusnya saya yang mengajarkan dia, dan semestinya juga saya yang provide kehangatan untuk kalian berdua, tapi justru saya yang ngehancurin semuanya.
Saya minta maaf. I'm truly sorry for all the trouble I made and caused for you two.
Terima kasih sudah menjadi istri yang baik dan ibu yang luar biasa untuk Aidan. Remember, kalau kamu bukan pajangan di hidup saya. Kamu bukan pengganti atau sekedar ibu sambung Aidan.
You are Aidan's best Mom.
Aidan sangat bangga punya Mamah seperti kamu.
And I am too, I am a proud husband ever.
Jangan kabur-kaburan lagi, kalau malem ke tempat Chanting macet. Mau jemput tapi nyampenya besok pagi.
Love you.
You're Worst Husband and terrible Dad Ever,
Jordy Radjasa Hanandian