Aku Ingin Bersama Aidan

Usai memastikan Aidan tidur, aku bergegas keluar dan menempati ruang tamu untuk merebahkan diri sebentar. Pukul dua belas lewat satu menit, pertanda aku mengambil waktu untuk mengadu pada Sang Khalik.

Aku merogoh tas yang berisi mukena dan sajadah, mencari posisi yang menghadap kiblat. Setelah mengambil wudhu, aku langsung menunaikan ibadah.

Satu menit... Dua menit pertama kurasa shalatku sangat khidmat. Tetapi tidak di menit kelima.

Sekujur tubuhku lagi-lagi menggigil. Dan mendadak aroma busuk tercium sangat kuat hingga membuatku mual.

Tanganku yang sedang memegang tasbih mulai gemetar hebat dan badanku lemas tak bertenaga.

Teringat pesan Pak Ustad jika aku harus membaca doa, maka dalam hati kulafalkan ayat kursi. Namun entah mengapa dadaku terasa begitu sesak saat akan mengucapkannya. Meski aku melawan dengan mendoakannya lewat suara, bibirku semacam kaku ketika akan membuka mulut. Bukan itu saja, dari kamar depan, tepatnya kamar Jordy, terdengar suara pecahan kaca.

Dan akhirnya... semua kejadian itu membuat ibadahku runtuh. Terpaksa aku bangkit dari sujudku, menyambangi kamar Jordy.

Ketika pintunya kubuka...

Foto pernikahan Kirana dan Jordy terbanting ke lantai. Bingkainya pecah, dan serpihan kacanya berserakan dimana-mana. Salah satu foto yang ternyata tadi Jordy rampas dari tanganku (namun versi besar) juga terlepas dari dalam bingkainya.

Netraku tertuju pada bingkai foto pernikahan Jordy dan Kirana. Semua pecahan kaca itu menutupi wajah keibuannya, dan sama sekali tak mengenai wajah Jordy.

Bagaimana bisa? Bagaimana bisa hanya foto Kirana yang tercoreng? Pikirku lantas menyimpulkan jika kejadian ini terhubung dengan hal-hal diluar nalar. Masalahnya, aku tak mungkin memberitahukan pendapatku pada Jordy. Dia pasti akan menganggap remeh dan berkata aku halu. Aku menghela nafas sembari berpikir keras untuk menemukan alasan tepat agar Jordy dapat menerima hal aneh ini. Sembari kubereskan serpihan kaca itu, tiba-tiba sebuah suara terdengar di sebelahku. Lirih dan pelan.

“Jangan baca. Berhenti. Panas. Tolong, jangan baca itu. Saya ingin terus di sini bersama Idan.”

Detik saat rintihan itu semakin kencang, kepalaku terguncang.

Sakit luar bisa bagai dipukul palu. Aku mengerjapkan mata beberapa kali karena hebatnya sakit itu. Tasbih di tiba-tiba terlempar jauh, sementara aku tersungkur di depan foto pernikahan Jordy dan Kirana.