Anak Tuhan Kok Pemarah?

Perjalanan pulang Regina dan Biel seketika berubah hampa ketika lelaki itu tak mengucapkan kata apapun saat Regina menyapa.

“Sayang,” sapa Regina lembut dan senyum tulus. Diusapnya lengan Biel, tapi lelaki itu justru mengalihkan pembicaraan dengan sorot mata dingin.

“Siapa yang tadi?” Biel melepas helmnya, wajahnya tetap sama, tanpa ekspresi. Sambil menyodorkan helm kepada Regina, Biel melipat kedua tangannya di dada, seakan sedang menginterogasi perempuan itu.

“Ketua OMK aku, Biel.” Regina menjawab, dari nada bicara Biel yang amat datar, perempuan itu langsung mengerti jika kini sang kekasih tengah merajuk. Biel memang seperti itu. Dia kurang suka jika Regina berdekatan dengan lawan jenis. Cemburuan.

“Cowok? Aku kira cewek,” desis Biel singkat. “Buruan naik, aku masih harus nulis lirik lagi,” kata lelaki itu terdengar tak sabar.

Regina lebih baik mengalah. Kalau sudah gini, nggak ada gunanya juga menjelaskan pada Biel yang masih diselimuti amarah. Lelaki itu akan meninggi jika Regina mencari celah bicara, padahal sesungguhnya, sama seperti Biel yang kalut, Regina juga sedang merasakannya. Ia hanya ingin menjelaskan jika dirinya dan Xavier cuma teman biasa, dan mereka cuma mencari tempat berteduh karena takut kehujanan.

“Biel, dengerin aku dulu...” pinta Regina sungguh-sungguh. Dia tak mau marahnya Biel berlarut-larut, maka ia putuskan untuk menjelaskan apa yang dilihat Biel tadi tidak seperti yang lelaki itu pikirkan.

Perempuan itu sampai mempererat peluknya agar sang kekasih. Setidaknya, pikiran buruk Biel dapat terhenti. Lagipula, Regina mau cari spek yang seperti apalagi, sih? Biel sudah sangat mencakup semuanya. Anak Tuhan, rajin ibadah.

“Gin, jangan gini ah.” Biel menepis tangan Regina hingga membuat gadis itu sedikit tercengang. Pasalnya, Biel yang Regina kenal tidak pernah risih jika dirinya yang memeluk.

“Biel jangan marah... Please?” bujuk Regina putus asa, tapi Biel tetap bungkam dan enggan memberi respon atas usaha Regina.

“Biel..” Sekali lagi, Regina memanggil nama kekasihnya, namun tanpa ia sangka, Biel justru larut dalam heningnya. Membuat Regina termakan ragu untuk kembali memeluk sang kekasih, takut jika ditepis lagi.

Dan begitu motor ninja milik Biel berhenti di depan pagar rumah Regina, cowok itu baru bersedia buka suara.

“Iya, aku tadi lagi bawa motor, ga denger kamu ngomong apa,” katanya datar.

“Ga denger?” Regina mendengus. “Orang tadi kamu ngempas tangan aku, kok bisa kamu ga denger.”

“Gina.” Biel menarik nafas. Sorot matanya terlihat dingin. “Aku lagi capek banget, bisa gak, ga usah dibahas?”

“Iya,” sahut Regina. Sudut bibir gadis itu terangkat untuk melengkungkan senyum. “Aku minta maaf ya, Biel. Tadi marah-marah sama kamu, padahal aku yang salah.”

“Gak apa-apa,” sahut Biel, menepuk puncak kepala gadisnya. “Aku pulang ya, Gin? Maaf banget gak mampir. Chord-nya sama liriknya belum selesai.”

“Iya, Biel. Inget istirahat ya? Jangan begadang terus, mata Biel soalnya cekung. Nanti sakit,” ujar Regina panjang lebar terdengar khawatir. Biel mengangguk usai memasang helmnya, dan sebelum ia menstarter motor, lelaki itu berkata, “love you.”

“Love you too,” balas Regina tersenyum kecil.

Jauh dalam lubuk hati pernyataan 'love you' dari sang kekasih entah mengapa terasa begitu dingin, dan Biel terkesan agak terpaksa saat mengatakannya. Entahlah, mungkin Regina hanya terlalu takut dan berprasangka buruk pada Biel. Bisa jadi kan, Biel memang sedang dilanda lelah saat ini?