“Anya,” panggil Pak Elliot. Raut muka serius dari mantan bos Anya ini langsung membuat Anya getir setengah mati.

“I-iya...Pak?” sahut Anya terbata-bata.

“Makasih banyak ya, Nya,” kata Pak Elliot tulus.

“Makasih untuk apa, Pak?” Tanpa menjawab tanggapan Anya, Pak Elliot mengedar tatapannya kepada sang anak bungsu.

“Saya nggak tau apa yang kamu lakukan sampai membawa perubahan besar pada Shaka.”

“Shaka itu dari dulu paling cuek dibandingkan Rakha. Jujur aja, saya agak khawatir sama dia. Ya emang sih, dia ngejalanin karier sesuai passionnya, tapi mau berapa lama sih, Nya? Dan yang saya khawatirkan, arena balap itu keras. Kalau Shaka kenapa-napa, gimana? Sejak ketemu kamu...Shaka kayak nemuin semangat hidupnya, Nya.”

Anya sangat-sangat terkejut. Ucapan Pak Elliot sukses menghantarkan Anya pada suatu keyakinan tentang Shaka. Anya bahkan tidak pernah tahu apa yang ia lakukan pada Shaka. Tapi jelas, yang Anya rasa, Shaka tidak pernah main-main padanya.

“Dia semangat ke kantor. Deal semua beres di tangan dia sama kamu. Dan yang paling penting dari semua itu, saya beneran kagum sama kamu yang kuat dan mandiri. Saya rasa Shaka itu menjadikan kamu motivasinya.”

Astaga, Anya bersumpah dalam hati, jika saja disana tidak ada siapa-siapa, hanya ada Shaka, air mata Anya sudah tumpah ruah. Ia tak dapat menyembunyikan rasa haru ketika Pak Elliot menceritakan tentang sang putra dan bagaimana Anya berpengaruh untuk Shaka.

“Terima kasih banyak, Pak.” Pak Elliot tertawa kecil menatap Anya yang terpasang tegang. “Hahaha, emang saya semenakutkan itu ya, Nya?”

“Eh? Enggak gitu maksudnya, Pak,” ujar Anya menepis.

“Abis kamu ngeliatin saya kayak saya ini hantu aja. Anyway, mulai sekarang jangan panggil “Bapak” lagi ya, Nya.”

Pupil Anya melebar, nyaris tidak percaya mendengar ucapan Pak Elliot barusan. “M-maksudnya gi-gimana, P-pak?”

“Ya masa saya dipanggil 'Bapak' sama calon menantu saya?”

Lutut Anya terasa lemah ketika Pak Elliot menampilkan barisan gigi rapihnya yang putih. Ia hampir saja menangis haru kala Pak Elliot menganggukkan kepala, kemudian berkata, “welcome to Kamandhaka family, Anya.”

“Makasih, Pa...” ucap Anya penuh rasa haru. Dari belakang, Shaka memberi kejutan melalui genggaman tangannya.

“Vendor wedding-nya mau yang mana, Gyayunindia Pradnya Gayatri?” Shaka mengeluarkan kotak kecil di hadapan Anya.

“Kaaaaa...” Anya sudah tak bisa menahan harunya, segera ia hamburkan peluk pada tubuh kokoh El Shaka. Bahunya tampak bergetar.

“Jarang-jarang nih Anya yang tegas di kantor nangis begini, hahahaha.” Pak Elliot menderai tawa disaat Anya menyeka air matanya karena terharu.

“Selamat ya, Anya dan Shaka. Lancar-lancar persiapannya.” Dari belakang seorang perempuan berpenampilan edgy muncul bersama dengan lelaki yang langsung membuat Shaka berseru kaget.

“LO BENER BENER YA NYET! Pantes aja lo nanyain Laia mulu!” Shaka tertawa lepas, begitupun sosok berdarah Batak yang ia bicarakan.

“Jo tuh mukanya doang rembo, hatinya Rinto Harahap,” ucap Shaka meledek. Yang disoraki tersenyum malu-malu. “Congrats ya, Ka. Eh, Anya. Kawan gue ini naksir berat sama lo, sampe maksa Sadewa, supaya jadwalnya dituker sama Rayhan.”

Saling membuka kartu, Shaka melotot pada Jovan tapi tentunya cuma taraf bercanda.

“Boys will always be boys,” gumam Elaia mendapati adiknya dan sosok yang sedang mendekatinya tak berhenti meledek satu sama lain.

“Nya, makasih banyak ya, mau tahan banting sama Shaka. And, welcome to our family,” kata Laia. Anya tersenyum tulus pada Elaia.

“Sama-sama, Kak. Justru aku yang makasih udah ngasih hadiah buat Nora.”

“Oh, iya!” gelai Laia. “Nora gemes banget sumpah. Dia udah deket sama Rakha, lagi diospek. Tuuuh!” Laia mengacungkan telunjuknya ke ruang tamu, memperlihatkan Anya jika putri kecilnya langsung jadi idola dan kesayangan semua keluarga Kamandhaka. Ia bahkan bermain bersama Ariel, anak sepupu Shaka sambil diawasi oleh kembaran Shaka, Rakha.

Anya menatap Shaka yang baru saja bicara empat mata dengan Jovan dengan segala perasaan bahagia yang sangat meluap-luap. Lelaki itu lantas menghampiri Anya yang berdiri di balkon villa dengan tatapan lekat.

“Haiii,” bisik Shaka dengan senyum lebar. “Hai...” sapa Anya, menyelipkan tangannya di balik lengan kokoh Shaka.

“Fiancee.” Shaka menyambung ucapannya, yang langsung membuat pipi Anya bersemu merah.

“I love you,”” ucap Shaka sekali lagi.

“I love you too.” Anya menyahut, menghadiahkan kecupan kecil di bibir Shaka.