Bunga Tercantik
Desember dulu selalu menjadi bulan yang paling saya benci. Menjadi bulan yang paling saya hindari, sebab saya tidak pernah suka riung riuh yang bergaduh di rumah.
Aneh ya? Kalau orang-orang selalu suka dengan hingar bingar saat menyambut tahun baru, tidak demikian dengan saya.
Saya selalu takut akan hari baru. Akan tahun-tahun yang menyambut saya dengan gempita. Saya lebih suka menyambutnya dalam sunyi karena dalam sepi itu saya merasa tentram.
Saya hanya memejam mata, berharap saya masih bisa bertahan hidup dengan rasa sakit yang akan menghujam saya di sepanjang waktu. Saya tidak pernah tahu seperti apa rasanya sembuh dari luka. Saya juga tidak pernah mengerti seperti apa rasanya hidup normal dan tidak dibayangi rasa takut.
Menjelang akhir tahun saya akan selalu pergi menjauh dari keluarga saya. Lebih sering menghabiskan waktu dengan membaca buku-buku tentang hypnotherapy yang dapat menenangkan pikiran saya.
Saya akan bilang ke Papa, Jay dan Jian bahwa saya ada keperluan bisnis di luar kota.
Padahal sebenarnya saya hanya bersembunyi dibalik luka, menyembunyikan amarah saya yang bertumpuk di dalam raga, berkelakar dan akhirnya membunuh saya pelan-pelan.
Saya tidak mau mereka terkena kemarahan saya. Saya lebih baik menyimpannya sendiri, daripada kejadian ibu saya terulang pada mereka.
Terkadang saya benci pada diri saya sendiri karena saya terlalu banyak menyimpan sedih dan peluh yang membuat saya tak bisa lagi merasakan apa-apa.
Sedih? Bahagia? Saya tidak pernah tahu bagaimana rasanya. Yang saya ketahui hanyalah saya hidup di dunia karena peruntungan dari Papa.
Saya hanya dikasihani karena saya tidak diinginkan. Dan saya tidak mau dikasihani. Saya membencinya.
Saya hanya ingin diperlakukan normal selayaknya anak Papa yang lain.
Sampai pada Desember berikutnya saya diperkenalkan dengan seorang perempuan yang hadirnya untuk saya seperti malaikat.
Namanyapun sama. Angel
Saya sengaja memanggilnya Angel karena untuk saya dia seperti sosok malaikat yang diturunkan ke bumi untuk saya.
Terdengar cringe sekali. Tetapi memang seperti itu yang saya rasa.
Membuat saya nyaris tidak percaya jika hidup saya bisa berakhir indah, layaknya bunga yang merekah cantik.
Kehadiran Angel bagi saya adalah anugerah terindah. Surai tawanya, suara lembutnya seperti nyanyian merdu yang selama ini tidak pernah saya dengar.
Setiap tahunnya sejak ia merayakan ulang tahun saya waktu itu, terbersit dalam benak saya—begitu kuat—jika saya menginginkan ia dalam hidup saya. Saya ingin dia merekah setiap harinya hanya dengan saya sampai kami menua bersama.
Desember ini menjadi bulan paling bahagia dalam hidup kami.
Karena di tahun ini kami akan kedatangan satu lagi malaikat kecil di bulan penuh kasih nanti.
Selamat tahun baru Bunga-ku yang paling cantik,
Angelica
Jevandra