Dia Milik Saya
“Anjir, kok si Jordy ga profesional gitu sih?” Protes salah satu produser kawakan, Irez Harahap di tengah zoom meeting untuk proyek web series ketiga Jordy berlangsung. Pasalnya, ayah satu anak itu tiba-tiba menghilang tanpa pamit. Ia terlihat panik, meninggalkan beberapa koleganya yang sedang diskusi.
Diantara mereka, hadir pula Jenan dan Teza selaku produser pelaksana dan eksekutif-nya. Mereka berdua juga keheranan sekaligus bingung ketika Jordy mematikan sambungan meetingnya.
“Cewenya panik kali, Je. Beneran hamil,” gurau Teza masih sempat bercanda. Jenan mengangkat bahu, sebab sejak ia tahu pujaan hatinya akan segera menikah, laki-laki itu bagai kehilangan selera makan. Hidupnya hanya rokok-kopi-rokok-kopi. Pahit yang tak ada manis-manisnya.
“Maaf ya, Mas Irez,” terpaksa Jenan mengambil alih meeting dadakan itu. “Mungkin ada sesuatu yang urgent dari Aidan, anaknya Jordy.”
Untungnya Irez memaklumi, secara ia juga memiliki dua buah hati. “Ya udah gak papa,” katanya. “Lo aja, Je, yang lanjut. Nanti brief ke Jordy aja.”
Jenan mengangguk, dan meetingpun kembali terlaksana. . . .
“Kamu datang.” Sesaat Jordy membuka pintu kamar Mentari, ia melihat perempuan itu telah mengganti baju. Baju yang sangat ia kenali, dari wangi hingga modelnya.
Kain baju linen itu terbuat dari satin kelas wahid, bahannya tipis. Dan Jordy tahu pasti kapan baju minim itu dikenakan oleh mendiang istrinya.
Yap, setiap malam ketika mereka melakukan kewajiban, Kirana selalu memakai baju itu. Entah dari mana Mentari bisa menemukan baju personal milik Kirana. Dan main ia kenakan tanpa seizin Jordy. Jelas-jelas keduanya belum resmi menjadi sepasang suami istri, tapi Mentari tega menjual dirinya pada Jordy.
Murka memenuhi benak Jordy seketika itu. Ia bukan tak suka perkara Mentari memakai baju Kirana, tapi caranya yang terlalu berani membuat Jordy berang.
Ia melangkah maju, lalu memegang kuat lengan Mentari. “Ngapain kamu pake baju gini malem-malem?!” bentaknya. Jordy bahkan harus membuang tatapannya ke arah lain, sebab Mentari tidak mengenakan bra hingga membuat benda sensitif miliknya terlihat transparan di depan Jordy.
Alih-alih Mentari mendengarkan, perempuan itu malah tersenyum miring, seraya menghentikan langkahmnya di depan Jordy. Tangan Mentari terangkat, mengusap pipi Jordy lembut.
“Did you remember when we're doing this?” Dan lagi-lagi tanpa kendali, Mentari mencium bibir Jordy. Ia menekannya kuat, sementara sang penerima cium membeku. Namun sadar jika yang Mentari lakukan sudah kelewat batas.
Jordy terpaksa mendorong tangan Mentari yang kini merogoh sebagian kancing kemejanya, tangannya bergerak cepat hendak membuka barisan kancing yang terkait rapi, membalut tubuh indah lelaki itu.
“You used to like this, Dy,” bisiknya lalu tertawa lepas. Sedang Jordy yang tetap memegang tangan Mentari segera mendorongnya cepat. “Kamu gila, ya?! Kita belum nikah, Mentari! Jangan aneh-aneh!”
Perempuan itu kembali tertawa, “Mentari? Dia milik saya, Ody. Tubuh ini, raga dia, tidak akan pernah kamu miliki.” Ia berbisik tepat di telinga Jordy, namun semakin Jordy dengar suaranya, ia menyadari jika suara lembut tadi telah berganti menjadi suara berat, seperti suara laki-laki.
“Mentari!” Jordy membentaknya sekali lagi, namun Mentari semakin menunjuk aksi. Perempuan itu tiba-tiba menari. Gerak lembut gemulainya bahkan mampu membuat Jordy terhipnotis. Daksanya tak terlepas dari bagaimana Mentari menarikan sebuah tarian tradisional yang tak pernah Jordy saksikan sebelumnya.
Awalnya Mentari menari dengan gemulai, tangannya bergerak sesuai ritme lagu sinden jawa yang pernah terekam dalam memori masa kecilnya. Tetapi saat perempuan itu mencoba membuka mata, ia baru sadar jika di belakangnya ada lima jari yang mendekapnya. Kulitnya keriput dan kukunya hitam bak cakar elang, Mentari semakin sesak lantaran pemilik jari keriput itu menekan lengan dan terus mengendalikan tariannya. Temponya semakin cepat, kepalanya pun tundak-tunduk hingga Jordy di depannya terkejut saat Mentari tertawa lepas, melengking dan menakutkan.
“HIHIHIHIHIHIHIHI!!! Dia telah saya miliki! Dia telah saya miliki! Dia akan saya bawa pergi! Hihihihihi!”