First Time Swearing and That's What's Make Him Fall In Love

Lantunan musik jedag-jedug yang lantang terdengar saat Jordy memijakkan kakinya ke dalam apart.

Tapi dia sama sekali tidak menemukan siapapun di sana. Bahkan berbagai botol-botol kaca pun tak tampak di hadapannya.

Sampai akhirnya Jordy membuka pintu kamar tamu, mendengar suara seorang perempuan dari kamar mandi.

Dengan tergesa lelaki itu langsung menyusul ke dalam, menemukan sang puan sedang bertumpu pada bibir toilet dan menundukkan kepala. Jordy lantas mengusap punggung sang puan perlahan.

“Mentari.”

“Duh diem deh lo anjing! Gue kayak gini juga gara-gara lo. Bangsat!” Perempuan itu menepis kencang tangan Jordy.

Mendengar makian yang terlontar dari bibirnya, Jordy cuma bisa diam. Di sisi lain, entah mengapa Jordy merasa puas dan menang satu poin dibanding Jenan.

Karena Jenan tak akan mungkin bisa melihat sisi manis Mentari yang seperti ini.

Jordy sengaja tidak melakukan perlawanan, membiarkan Mentari terus memarahinya agar perempuan itu merasa lebih baik.

“Terus apalagi?” balas Jordy penuh kesabaran.

“Ya pokoknya semua gara-gara lo, monyet!” sahut Mentari sembari memukul pelan pundak bertato Jordy

“Terus?” “MUAL GUE SEKARANG!”

“Yang suruh kamu minum siapa?” “Nggak ada.”

“Udah tau nggak kuat alkohol, ngapain minum? Bukannya kita obrolin aja.”

“Ya suka-suka gue dong! Emang lo bakal dengerin maunya gue? Diajak kompromi aja gak mau, malah barang-barang gue lo simpen! Gue nih calon istri lo bukan tawanan rumahan! Setan!”

“Ngapain lo ketawa-tawa! Gue capek seharian harus nahan nangis depan Idan! JANCUKKKK!”

Mendengar omelan puannya, Jordy makin terbahak. Dia terlalu gembira karena momen yang ia tunggu akhirnya tiba—maksudnya, bisa seharian melihat Mentari membagikan perasaannya, ya walau dia harus menerima umpatan kasar dari perempuan itu.

“Ya udah nangis aja dulu.” Jordy melebarkan tangannya, kemudian mendekap Mentari erat. Namun ketika tubuh mereka saling mengikat satu dengan yang lain, tangis Mentari justru terhenti. Dia terlelap di pundak Jordy.

“Saya anter ke kamar aja, ya.”

Usai berucap demikian lelaki itu pun segera mengangkat tubuh Mentari kemudian membaringkannya di ranjang, di sebuah kamar bernuansa abu dan sedikit remang.

Berbeda dengan kamar yang biasa menjadi tempat Mentari beristirahat, persis di sebelah kamar Aidan.