“Halo Idan, ini Oma.”

Bagi Aidan, sebenarnya suara itu tidak asing di telinga, namun mendengar nada serius yang terdengar dari bibir sang nenek, Aidan sedikit cemas.

Dia hapal betul bahwa nenek dari pihak ibu kandungnya ini sangatlah berkebalikan dengan nenek dari ayahnya yang santai dan penyayang.

Memori kecil dalam kepala anak itu sontak memutar ingatannya seminggu lalu, ketika ia harus mengikuti les musik tanpa persetujuannya.

Aidan tidak menyukai itu. Baginya, musik memang seru, tapi sampai detik ini, dia masih penasaran dengan bidang pekerjaan ayahnya.

Aidan kemudian menjauhkan ponselnya dari jangkauan, mengambil nafas dalam-dalam sebelum ia mendengar kalimat berikut dari sang nenek.

“Dan, ada satu hal yang perlu Oma kasih tau ke kamu.”

”...Jangan deket-deket sama calon Mamah barumu itu. Dia sakit, Dan. Nanti kamu ketularan. Dia nggak normal.”

Tanpa sepatah kata terucap, air mata Aidan langsung jatuh. Tangisnya pecah, hingga membuat pengasuh yang bertugas menjaganya di rumah ibu Jordy terkejut.

“Eh, Den Idan? Kenapa? Aduh, jangan nangis atuh...” Sang Pengasuh membujuk lembut.

“IDAN MAU PULANG! IDAN MAU SAMA MAMAAAAH! OMA RECHA JAHAT EMBAAAAAK!” Adunya sambil menangis terisak-isak. Sang Pengasuh pun langsung menelepon tuannya agar menenangkan bocah itu.

Syukur diangkat, dan Aidan lekas dijemput oleh ayahnya.