Hold On To You

“C'mon, Dan. Don't be late.” Kedatangan Jordy diiringi dengan wajah kaget dari Mentari juga anaknya sendiri. Dia melangkah gagah menuju mobil dan membukakan pintu bagi Aidan yang ingin duduk di pangkuan Mentari.

“Papi anter Idan ke sekolah?!” tanya Aidan girang.

“Ya.” Lelaki itu menjawab singkat seraya menarik safety-belt setelah ia memanaskan mesin mobil.

Berbeda dengan Mentari yang sibuk mengunci mulutnya rapat-rapat. Rencana yang telah ia susun semalam hancur berantakan karena lelaki arogan di sebelahnya ini.

Padahal Mentari sudah membayangkan betapa damainya dia ketika nanti bisa melepas diri dari Jordy Hanandian.

“Papi, Papi.” “Apa, Dan?”

“Ini, Papi...” Aidan menyodorkan sepucuk surat pada ayahnya.

Jordy lekas membuka amplop yang berlogo lambang sekolah Aidan tersebut. Degup jantungnya berdebar, mencemaskan Aidan kembali berbuat ulah.

Tapi syukurlah semua itu hanya ada dalam bayangan Jordy. Sebab di lembaran surat itu, tertulis bahwa...

“Parents Day?” tanya Jordy. Aidan mengangguk. “Tadinya Tante Kibow yang mau dateng, tapi kalo Papi mau ikut boleh juga sih,” sahut Aidan sedikit takut.

“Boleh. Papi juga hadir.”

Kini giliran Mentari yang cemas karena dia takut orang-orang, terutama para orang tua menilainya aneh. Pasalnya seluruh teman-teman Aidan mungkin sudah tahu bahwa Jordy seorang single parent.

Lalu jika tiba-tiba Mentari ikut bergabung, lantas apa dia tidak akan dicibir oleh orang tua teman-teman Aidan?

“Dan...” “Tante mesti pulang sebentar ke rumah hari—”

“Hari ini Parents Day, Mentari. Artinya kamu juga harus hadir.” Jordy menyela pembicaraan Mentari dengan ekspresi datar.

“Ya, terus?” sahutnya acuh. Lirikan Jordy padanya berubah tajam saat seakan Mentari menolak permintaannya.

“Tante Kibow, kenapa enggak mau ke sekolah Idan? Sekolah Idan bagus kok, ada perosotannya!”

Mentari tersenyum kelu sambil memikirkan jawaban apa yang harus dia sampaikan pada Aidan. Dia pun tak menolak datang jika Jordy tidak ikutan.

“Iya, Dan. Tante ikut kok,” begitulah jawaban yang akhirnya meluncur dari bibir Mentari. Sementara pria arogan di sebelahnya itu fokus menatap jalan raya dengan senyum tipis tersungging di bibirnya.