I Love You In Every Universe

Netranya menetap di daksaku, hangat dan lekat. Dengan tangan kokohnya, ia menarikku perlahan ke dekatnya.

“Tunggu.” Suaranya pelan, menderukan ombak besar di hatiku.

“Kenapa?” Aku cuma menjawab singkat dengan suara parau. Bahkan untuk membalas tatap hangatnya itu rasanya aku tak sanggup. Benakku terlanjur diselimuti bahagia—terlena akan semua sikapnya yang seolah begitu mencintaiku.

Ia melepas safety-beltnya kemudian mencondongkan tubuhnya ke arahku, tangannya terayun dan menyelipkan rambut ikalku ke belakang telinga. Kala itu dapat kupastikan bila segala nadir dalam diriku terhenti sejenak, Jordy kupastikan mengambil alih semua yang ada dalam diri ini hingga aku tak berkutik.

“Saya gak ada karet gelang, jadi diiket pake tangan aja dulu.”

Aku tertawa lepas, memandang wajahnya yang berbinar hangat untuk pertama kali saat ia sedang denganku. “Aku bawa karet, sebenernya...” Pelan suaraku menjawab.

“Nggak usah pake karet, siapa tau kapan-kapan berantakan.” Ia tertawa renyah setelahnya.

“Hah?”

Disaat aku sibuk mencerna maksud ucapan Jordy, lelaki itu justru mempererat kaitan tangannya yang telah berpindah ke pinggulku. Ia mendekat kembali, meletakkan kepalanya di ceruk bahuku. Dekapannya kali ini entah mengapa terasa lebih erat dari biasanya, desahan nafas yang terbuang dari bibirnya pun terasa amat menyedihkan. Namun Jordy tidak bicara apa-apa, ia hanya terus memelukku.

“Kamu kenapa?” Raut khawatir di wajahku terlintas, tanganku bergerak mengelus pipi Jordy yang semakin hari semakin tirus.

“Kerjaan? Atau gara-gara ngurus aku di bully? Soal Idan, nggak usah khawatir, kan ada aku,” ucapku mencoba menenangkannya.

Ia menggeleng pelan, menghindari pertanyaanku.

“Udah ditunggu sama Idan, ayo keluar. Nanti nangis kalo kamu gak nongolin muka,” ujar Jordy membuka pintu. Kacamata hitam Rebel bertengger di batang hidung mancungnya.

Aku lantas berlari kecil menyusul Jordy yang lebih dulu berjalan. Dan berani-beraninya aku yang selalu ragu tentang kesungguhan Jordy mulai mencintaiku, menyelipkan tanganku sendiri di balik jemarinya.

“Kalo ada apa-apa cerita ya.” Aku memberanikan diri mengelus punggung tangannya.

“I will.”