I'm Gonna Steal My Sun – Jenan

Amarah Jordy menggebu saat Erna, pengasuh Idan mengirimkan gambar sebuah paket dengan nama Jenan Syailendra yang ia tujukan atas nama Mentari. Maka tanpa berlama-lama, Jordy segera menghentikan Jenan dari meetingnya sore itu. Ia tidak peduli atas ancaman Jenan semalam, Jordy telah berpikir masak-masak. Setelah si tak tahu diri itu menggenggam tangan Mentari saat acara penganugerahan itu, Jordy kewalahan. Dadanya berkecamuk, ada rasa ingin menghabisi Jenan sama seperti yang acap kali Jenan ancam padanya. Ia tak gentar menghadapi Jenan. Justru yang membuatnya jauh lebih takut adalah sesuatu yang ia takutkan terjadi.

Aidan meninggalkannya bersama Mentari. Jordy tidak ingin itu terjadi, maka sekuat apapun ombak yang mencoba menggoyahkan keluarga mereka, Jordy lawan sekuat mungkin. Perihal perasaannya pada Mentari, Jordy sendiri belum bisa memastikan, apakah rasa yang perlahan tumbuh itu... karena dia takut kehilangan Mentari, atau takut menghancurkan impian Aidan yang selama ini mendamba sebuah keluarga yang sempurna.

Dua malam sebelumnya, ketika Mentari memilih tidur bersama Aidan, Jordy goyah. Ia keluar dari kamarnya, kemudian diam-diam menyelinap masuk ke kamar putranya dan menemukan Aidan tidur berpelukan dengan Mentari begitu erat, bahkan putranya tidur sambil menggenggam erat tangan Mentari. Tangan perempuan itu tak berhenti mengelus kepala Aidan hingga iapun akhirnya terlelap. Tapi jelas, saat Jordy menyaksikan buliran air mata mengalir di wajahnya, Jordy refleks melangkah mundur. Ia kecewa bukan pada siapapun melainkan dirinya sendiri.

Berkali-kali Jordy meyakinkan diri bahwa nama Kirana tak akan pernah terganti, tapi semalam penuh lelaki itu terjaga karena pertengkarannya dengan Mentari yang selalu pasang surut. Pekerjaannya terbengkalai bahkan kepala Jordy pusing berhari-hari, tapi ia menyimpannya rapat-rapat—tak ingin membuat Mentari lebih kepikiran soal kondisinya.

Berbagai obat penahan sakit kepala telah Jordy habiskan, namun setiap pulang ke rumah dan Mentari tak mengajaknya bicara, Jordy merasa kesal dan kalah dari Jenan. Dan sebagai orang yang punya hak terbesar atas Mentari, Jordy tak kuasa menahan emosi yang telah bertumpuk dalam dirinya. Ingin ia tumpahkan pada lelaki hidung belang itu dengan segera.

“Kenapa, Jor—”

Buk!

“Bajingan.” Jordy memaki dingin, napasnya tersengal dan sorot matanya menatap Jenan seperti ingin memangsa lelaki itu. Jenan menyeringai, tak gentar karena satu pukulan Jordy.

“Gue udah bilang sama Mentari,” lelaki itu bangkit perlahan, “kita berantem gini, akan jadi urusan gue sama lo.”

“Gue tegasin sekali lagi,” peringat Jordy penuh murka. “Ini terakhir kali lo sentuh Mentari, dan jangan pernah kirimin barang-barang ke dia.”

“Lo tersinggung?” tantangnya. “Kenapa lo gak pernah sekalipun liat usaha Mentari buat Aidan dan lo sih?” ujarnya.

“Gue gak perlu ngebeberin isi rumah gue ke lo, Je.”

“Well, gue gak mau tahu juga. Gue cuma mau bilang, I'm gonna steal my sun if you dare to make her cry. For sure,” balas Jenan yang membuat Jordy semakin berang.

“Your fucking what—” Jordy gelap mata, sekali lagi ia layangkan pukulan pada sahabatnya sendiri, lalu pelan ia mengejek, “Lo gak ada bedanya sama gue, rumah tangga lo juga hancur karena orang lain.”