Jenan, The Bad Guy.

“Aku udah nggak mau lagi. Maaf ya, Je. I don't think we can still together. Enough is enough.”

Wanita bermata sendu berdiri tepat di hadapan sang gagah, Jenan Syailendra.

Tiga tahun lalu.

Jenan pikir Elsya adalah pelabuhan terakhirnya, perempuan yang akan menepati ikrarnya di hadapan saksi dan Allah. Nyatanya, Elsya yang ia sayangi sepenuh jiwa dan raganya, ia temukan tengah bercumbu mesra dengan seorang pria yang tak pernah terpikir oleh Jenan, akan menusuk-nya dari belakang.

Andrew, lelaki lulusan Boston, Amerika, sama-sama mengambil Mass Communication bertiga dengan Jenan dan Elsya. Andrew yang selalu bersikap ramah kepadanya, bersedia menjadi tempat sampah ketika Jenan sedang suntuk menghadapi moody-an-nya Elsya. Ternyata dengan gampangnya memecahkan rasa percaya Jenan.

“Why did you do this to me?” Suara Jenan terpendam amarah. Ia melirih pilu, namun emosi berkecamuk di dalam dada. Sorot matanya yang sayu dan memerah lantaran menenggak sepuluh loki alkohol, ia lawan benar-benar, demi meladeni Elsya dan dustanya.

Elsya di depan Jenan hanya tersenyum simpul. Surai hitamnya sedikit acak, lingerie yang dihadiahkan Jenan saat mereka menikah tampak terbuka dan bagian bawahnya sedikit robek. Jenan semakin kacau usai mendapati pakaian favorit yang Elsya pakai saat mereka sedang bercinta, ia kenakan pula saat ia bercinta dengan laki-laki yang menyebut dirinya sahabat.

“MAU KAMU APA, SYA?!” Jenan membentak brutal. Napasnya memburu kala melihat Andrew berdiri di belakang Elsya tanpa dosa.

“I want this guy, Je. I don't want you anymore. Our marriage has to be broken. I love him. Sorry.” Elsya berkata dengan wajah tenang. Tak sedikitpun Jenan mendapati raut kesedihan di wajah beningnya. Dia dengan mudahnya membuang Jenan ditengah lelaki itu berjuang untuk menafkahinya.

“Sejak kapan, Sya?” Jenan menahan lengan perempuan itu. Ditekannya kuat, sekuat perasaannya yang tersisa untuk Elsya.

“You hurt me, Je! Stop it.” Dahi Elsya berkerut dalam. Ia menghempaskan tangan Jenan begitu saja.

Jenan diam, membiarkan wanitanya pergi tanpa sedikitpun kata ataupun penyesalan. Ini kali ketiga bagi Jenan menikah, dan ia berpikir Elsya adalah perempuan yang tepat untuknya.

Namun semesta tidak merestui mereka. Jenan benar-benar hilang akal saat itu. Ia begitu membenci dirinya sendiri, bahkan jijik. Ia yang dipuja wanita di luar sana, justru dihempaskan dengan mudahnya oleh wanita yang ia cinta. Kejam. Tapi Jenan harus belajar menerima kenyataan pahit ini.

Dan tentu, membalaskan dendam dan sakit hatinya pada perempuan lain yang ia kira akan sama dengan Elsya.