Jordy VS Mentari

“Masih lama gak makan mie-nya?”

Percaya deh, nafsu makanku kontan melanglang buana ketika suara menyebalkan milik Jordy Hanandian, sutradara rempong sejagat-raya menyapa gendang telingaku. Ugh! Langsung hambar rasa mie ayam yamin yang sedang kumakan. Aku terpaksa menoleh ke belakang karena tahu jika dalam waktu lima detik aku nggak menoleh, taruhannya yah...pekerjaanku.

“Enggak, enggak, Pak!” Aku buru-buru beranjak dari kursi bakso yang sedang kududuki.

“Kenapa nggak dari tadi makannya? Kan bisa,” dumel Jordy dengan muka kesal. Tunggu, bukankah ucapan itu harusnya menjadi punch line-ku?

Kenapa situ nggak dateng lebih awal ya, Om? Udah nunggu dua jam setengah, belum makan. Ini tahun 2022 woy! Bukan tahun 1945!

Aku balas memaki Jordy dalam hati. Sialan, tampang boleh flamboyan, gaya boleh om-om Plaza Indonesia, tapi percuma, sikapnya mengerikan! Tukang playing victim, manipulatif!

“Saya laper, Pak.” Aku menjawab dengan bibirku yang mengerucut. Dia menoleh tetap dengan ekspresi dingin di wajahnya.

“Lagian, Bapak ke mana sih? Kenapa lama banget?” Entah setan dari mana nih yang datang-datang merajalela di tubuhku. Bisa-bisanya aku melayangkan protes semudah itu pada Jordy.

“Bukan urusan kamu. Ayo cepet, Terry udah whatsapp saya. Dan, setelah ini kamu juga harus balik kantor.”

Aku nyaris tersedak mendengar titah Sang Tuan. Sebenarnya sikap otoriter Jordy ini bukan hal baru di hidupku, karena perempuan yang menghancurkan ayahku, sifatnya sebelas dua belas dengan Jordy. Hanya saja...aku kurang sreg kalau Jordy mulai memaksakan kehendaknya seperti ini.

“Nanti setiap hasil pemeriksaannya kasih ke saya. Jangan ada yang di skip. Saya mau tahu progres kamu sampe dimana. Jangan sampai kamu melukai karyawan lain.”

MELUKAI katanya? Aku merasa waras-waras aja kok! Malah kalau aku boleh ngomong depan mukanya, aku merasa tertekan sejak mengenal om-om sinting ini.

“Ngapain ngeliat saya kaya gitu?” cicitnya ketika kami berdua sampai di ruangan depan ruangan Mas Terry. Saking kesalnya, aku sampai gak sadar memandang Jordy dengan muka menyebalkan, nggak mau kalah darinya.

“Maap, Pak. Saya duluan ya,” ucapku sebagai langkah penyelamatan diri dari Jordy si sutradara orde baru itu.