Kelabu
Langkah tergesa-gesa dapat terdengar dari sepatu belel seorang lelaki berkacamata. Mukanya panik, nafasnya tak teratur. Lelaki yang mendapat julukan “si kutu buku” dari teman-teman sekampusnya itu menerobos orang-orang yang sedang berkerumun di depan mading kampus. Raut wajah sosok ini terlihat getir namun juga sendu disaat yang bersamaan, setelah membaca pengumuman yang tertempel di dinding.
Syahvina, si cantik dari Sastra Inggris di drop out oleh Rektor Universitas, Bapak Sastro Djuwono, setelah kedapatan menunggak uang kampus selama satu setengah tahun.
Netra lelaki yang akrab disapa Jamal itu terhenti disana. Nanar. Sulit ia percaya jika kemarin ucapan Vina ternyata berkebalikan dengan pengakuannya. Melalui pesan Whatsapp-nya, Vina bilang ia pulang ke Jogja karena urusan keluarga. Tetapi kenyataannya, Vina justru dihina dan dikucilkan oleh mahasiswa lain. Jamal membeku. Sebagai lelaki yang memiliki perasaan mendalam pada cewek itu, ia merasa tak berguna. Gundah menerpa, namun tak banyak yang bisa Jamal perbuat untuk sang Dewi Fortuna.
“Mal.” Jamal seketika menoleh saat merasakan bahunya ditepuk oleh seseorang. Lauren, salah satu teman Vina rupanya. Perempuan dengan gaya boyish itu memandang Jamal dengan tatapan sedih.
“Hampurasun ya, Loren,” sesal Jamal. “Aing gagal ngejagain Pina.”
Lauren menggeleng, “Nggak, Mal. Lo udah ngelakuin banyak hal untuk dia. Tapi ya...” Lauren menjeda omongannya sebentar, lalu mengembuskan nafas berat, “lo tau kan, tuh anak emang batu kepalanya? Kalo kata gue, dia gak maksud jutek sama lo, Mal. Dia cuma malu.”
Mendengar penjelasan Lauren yang sudah pasti jauh lebih mengenal Vina ketimbang dirinya, Jamal berusaha menerima kenyataan pahit ini dengan lapang dada. Meski ia tak memungkiri, kini dadanya bergemuruh perih. Ingin rasanya ia berlari memeluk Vina seerat mungkin, setidaknya agar bahu Vina yang ternyata menanggung beban berat, dapat berkurang.
“Mal.” Kembali, Lauren mengangkat pandangannya ke arah Jamal. Melihatnya lurus-lurus. Perempuan itu kemudian mengeluarkan sebuah buku catatan yang sangat familiar untuk Jamal.
“Kemaren Vina nitip ini,” ujar Lauren.
“Hatur nuhun-nya, Loren,” balas Jamal, menunduk pedih.
“Sama-sama. Semoga lulus tepat waktu, kata Vina.”
Jamal tidak menjawab ujaran Lauren yang menyampaikan pesan dari Vina. Lelaki itu cuma memberi jawaban lewat sorot mata nanar khasnya. Sebab hari itu menjadi hari paling kelabu bagi seorang Jamal.