Love Will Find Us
“Mamah, Mamah gak ikut ke hotel?”
Adalah pertanyaan yang sangat menyakitkan bagiku. Aku tahu jika Aidan begitu ingin kedua orang tuanya bersatu, namun aku tak bisa mewujudkannya. Daksa anak itu membuatku lemah, sehingga aku terperangkap pada nestapa yang terlihat dari tatapnya.
Belum lagi ketika jemari mungil Aidan mengait di sela-sela jariku. Aku sungguh tak mampu menjawab semua pertanyaan yang sedari tadi ia lontarkan.
“Mamah pulangnya kapan?” “Mamah anter Idan sekolah, kan, Mah? Mamah dicari sama Nono, Mah.” “Mamah juga dicari sama Gallen, Mah. Sekarang Idan sama Gallen udah ce-es, Mah. Udah ga berantem pukul-pukulan lagi.” “Mamah, nanti yang temenin Idan belajar, Mba Erna ya? Mamah, masakan Mba Erna engga seenak masakan Mamah...”
Bibirku gemetar hebat kala Aidan menceritakan apapun yang ia rasa sejak aku tak lagi ada di rumah. Aku pun bingung harus bagaimana mengungkapkan yang sebenarnya terjadi pada Aidan. Kubilang best friend, tapi Jordy malah marah.
“Mamah..” “Ya?”
“Papi sejak Mamah enggak di rumah, suka minum jus anggur sendirian.” Kerongkonganku tercekat mendengarnya.
”...Papi juga gak pernah mau makan malem. Kalo pulang kerja cuma minta Idan bobo di sebelahnya.”
”...Terus, Idan liat Papi nangis setiap hari. Idan sebenernya denger, tapi Idan pura-pura bobo supaya Papi gak tau.”
Aku memandang Aidan pedih sekaligus merasa bersalah, tak sadar hingga air mataku pun ikut luruh bersama pengakuan Aidan.
”...Kenapa Idan ga nenangin Papi?” “Idan nggak tau harus ngapain... Idan kasian sama Papi, walaupun kata Papi, Papi yang salah sama Mamah...”
“Papi Idan enggak pernah nangis, Idan sedih liatnya,” tuturnya dengan raut muka menyedihkan. Aku segera mendekap Aidan erat, kulihat air matanya nyaris terjatuh hanya karena menceritakan kondisi Jordy pasca perpisahan kami.
Dan hal ini pula yang menggugah hatiku. Bagaimanapun, Aidan tak berhak menjadi korban keegoisan kami. Sudah sepatutnya aku menyingkirkan ego demi anakku satu-satunya ini.
“Idan katanya pengen makan bertiga sama Papi sama Mamah?” tanyaku sambil mengelus lembut punggung
“Iya! Idan mau, Mah.” “Oke, Idan tunggu sebentar di sini ya, Sayang.”
—