Maundy Marriage

Throwback

Tak ada yang lebih pedih daripada tidak dicintai oleh pasangan. Aku, adalah salah satu perempuan yang menyedihkan itu. Malam perdana aku dinikahi Jordy, bahkan setelah ia terlihat lugas melantangkan kalimat ijab kabul, Jordy meninggalkanku sendirian. Botol-botol beralkohol kutemukan berbaris rapi di hadapannya, tutupnya sudah terbuka. Dan artinya ia juga sama menyedihkannya denganku.

Daksaku menurun, bahuku merosot. Jangan tanyakan bagaimana hancurnya hatiku saat melihatnya menenggak anggur-anggur itu sendiri. Ia sedang berpesta merayakan kesedihan dan penyesalannya menikahiku.

Satu lagi. Ia melepas cincin yang mengikat kami sehidup semati, ia langsung menggantinya dengan cincin pernikahannya yang dulu.

Tatapnya begitu pedih dan tertahan, “your name engraved here, Kirana.”

Aku terdiam, memandangnya nanar. Batinku bergejolak begitu hebat. Ingin pergi dari pernikahan ini, tapi entah mengapa Aidan mematahkan keputusan itu. Padahal aku jelas tahu ayahnya tidak memiliki perasaan apa-apa padaku.

Tapi anak itu... selalu memintaku untuk menggenggam erat tangannya, memohon padaku agar jangan pergi meninggalkannya.

“I'll never use my new wedding ring,” sumpah Jordy sambil mengusak mata. “Kamu satu-satunya, Na.”

Tangisku menyeruak hebat.