Not Allowed

“Papi tutup pintunya, Idan belajar yang bener. Papi udah selipin uang di pot, biar Idan bisa makan. Jangan jajan yang aneh-aneh ya, Dan. Papi balik kantor dulu.”

Begitu rentetan perintah Jordy pada Idan anaknya. Sepulang sekolah tadi, tanpa berlama-lama, Jordy meminta Idan masuk ke kamar, merenungi perbuatan serta sikap brutalnya. Anak itu tak langsung menurut seperti biasa. Tangisnya pecah, tantrumnya keluar, membuat kepala Jordy juga ikut terguncang karenanya.

“Papi bilang apa?” tanya Jordy sesaat Idan masih menangis sesenggukan.

“Laki-laki gak boleh nangis. Cengeng,” jawab Idan terbata-bata.

“Itu kamu tau. Udah, stop nangisnya. Pesen makan dan belajar. Kalau sudah selesai belajar, baru boleh main PS.”

Seketika wajah Idan berubah ceria. Ia tersenyum penuh harap, “main ps-nya sama Papi?”

Jordy menggeleng. “Gak bisa Idan, Papi harus ke kantor.”

“Papiii! Kan udah janji mau ajak Idan ke kantor.”

“Nanti, Papi pulang malem hari ini. Idan di rumah aja.”

“Mau ikuuuut!” kekekuh anak itu. Tak hilang akal, Idan berlari ke kamar dan membawa keluar buku-buku pelajarannya. Ia masukkan ke dalam tas, lalu menggandeng tangan Jordy.

“Idan bisa gak sekali aja dengerin Papi?”

Idan tertunduk. Lagi-lagi, dia kalah berargumen dengan ayahnya. Padahal Idan ingin tahu seperti apa pembuatan film-film yang selalu ia dengar dari mulut Jordy. Idan paham jika Jordy adalah seorang pembuat film. Setiap kali Idan menyelinap ke ruang kerja ayahnya, ia sering mendengar Jordy membahas artis-artis papan atas. Menurut Idan, pekerjaan ayahnya sangat keren. Dan ketika besar nanti, Idan ingin menjadi seperti Jordy.

“Idan mau ketemu artis,” ia beralasan. “Nggak, Idan. Papi bilang enggak, ya enggak.”

“Idan mau jadi artis kayak Mami!” kata Idan spontan, berharap sang ayah meloloskan keinginannya.

Tapi ternyata dugaannya salah. Makin Idan mengatakan keinginannya, Jordy menentangnya keras dengan wajahnya yang terpasang sendu.

Sebab profesi itulah yang akhirnya merengut hidup Kirana. Perempuan itu terlalu memforsir dirinya sampai-sampai tak sadar bila penyakit mematikan sedang menggerogoti tubuhnya.

“Papi, Idan mau jadi artis,” ulang Aidan penuh keyakinan.

“Nggak, Idan. Papi ngelarang keras kamu jadi artis. Jadi dokter lebih baik, kamu bisa menyelamatkan nyawa banyak orang.”

“Kalo Idan jadi dokter, Mami bisa bangun lagi enggak, Pi?”

Jordy tak memberi jawaban atas pertanyaan kritis putranya itu. Dia hanya menganggapnya sebagai angin lalu, karena duka dalam hati Jordy seketika terkuak lebar. “Mami...Mami bobonya udah nyenyak. Jangan diganggu.”

“Oh gitu, kalo gitu percuma Idan jadi dokter, Mami tidur terus,” sahut Idan dengan muka merengut.