Ohana
“Mamah, Idan mau bobo sama Mama—”
Belum sempat Aidan melanjutkan pembicaraannya, Jordy membuka pintu. Sontak anak itu menoleh ke sang pembuat suara.
“Papiiii!” “Ya?” jawab Jordy kaku. “Papi mau bobo di sini juga?” tanya Aidan dengan senyum sumringah. Jordy mengangguk, membuat perempuan di sebelahnya spontan menggeleng.
“Kok Mamah ngegeleng? Emangnya enggak boleh ya, Mah?” Tatap penuh harap itu sukses membungkam Mentari, dan seolah tahu bahwa Aidan tengah berpihak padanya, Jordy mengambil alih situasi.
“Tau nih Mamah, Dan. Masa gak boleh ya? Padahal Papi kan lagi sakit, lagi lebam-lebam tuh,” ujar Jordy menambah bumbu, bahkan ia sengaja menyikut pelan anaknya.
“Ng... Dan, tapi kan gini ya... Papi sama Mamah... hmm emang–”
“Idan mau bobok bertiga sama Papi sama Mamah!”
Senyum lelaki itu semakin sumringah. Ia merasa menang bagai di atas awan.
Setelah mendengar cetusan putranya, Jordy langsung membaringkan diri di kasur, menepuk sisi sebelahnya agar Aidan lekas bergabung.
“Mamah, ayo bobok. Tapi Idan mau nonton Spiderman dulu sama Papi, ayoooook,” rengek Aidan tanpa henti.
Mentari yang tetap berada dalam posisinya cuma bisa termangu menatap sepasang anak-ayah itu. Bukan apa-apa, Jordy yang dia kenal tak pernah bersikap seperti ini.
Jangankan bersedia menemani anaknya nonton, mendampingi Aidan belajar saja dia bisa ngeluh seharian karena diburu pekerjaan.
“Ngapain bengong di situ? Ini anakmu udah manggil, bukannya ke sini,” tegur Jordy.
Mentari akhirnya melangkah pelan menuju kasur, ikut bergabung bersama Jordy dan Aidan yang sibuk mengunyah popcorn.
“Kamu nggak mau?” tawar Jordy padanya.
“Nggak, Mas. Idan sama kamu aja,” sahut Mentari. Namun meski Mentari sudah menolak, Jordy tetap mengarahkan popcorn itu padanya.
“Bener nggak mau? Kenapa sih kalo saya yang ngasih selalu nolak?” Nada Jordy tiba-tiba terdengar sedih.
Mentari mau tak mau mencomot satu butiran popcorn-nya. Aidan yang berada ditengah keduanya ikut melirik, dengan tangan mungilnya yang berada di genggaman Mentari, anak kecil itu meletakkan tangan ibu sambungnya di atas telapak Jordy yang terbuka.
“Dan...” Mentari yang terlihat syok dengan perlakuan Aidan sontak melepas tangannya kembali, namun Jordy yang Mentari kenal enggan menyentuh dirinya sama sekali—hari itu—berbuat sebaliknya.
“Kenapa dilepas?” tanya Jordy. Tatapan lelaki itu entah mengapa membius Mentari, menjeratnya untuk yang kesekian kali.
“Ya udah nih.” Mentari berserah diri. Aidan tersenyum setelah melihat kedua orang tuanya menyatukan tangan.
“Asik, Idan sekarang punya keluarga utuh! Makasih Papi, Makasih Mamaaah. Idan sayang banyak-banyak!!”