Return of The Super Dad

Jika banyak perempuan menangis saat dilamar dengan suprise sebegitu mewah nan romantis, aku malah menangis cuma gara-gara Jordy yang menggandeng tangan Aidan. Buatku hal ini adalah sebuah kemajuan. Seperti yang kalian tau, saat awal menikah dengannya, Jordy tak pernah punya dad and son agenda bersama anaknya, kecuali saat Aidan merengek padaku ingin ke Jakarta Aquarium. Disitu Jordy benar-benar terlihat canggung ketika Aidan menyelipkan tangan mungilnya ke telapak tangan Jordy. Raut wajahnya kaku dan matanya memancarkan ragu.

Namun hari ini Jordy sukses membuatku terpukau dengan segala hangat dan tutur lembut yang keluar dari bibirnya ketika ia bicara dengan Aidan. “Boleh ke sana, tapi gandeng tangan Papi, Nak.”

Dan tanpa protes, Aidan yang notabene-nya enggan dekat dengan Jordy tanpa ragu menuruti perkataan ayahnya. Karena satu-satunya cara agar Aidan patuh, hanya melalui nada bicara lembut. Tidak pakai bentakan apalagi teriakan.

Aku teringat akan suatu momen dimana aku dan Jordy bertengkar hebat usai aku memenuhi panggilan Kepala Sekolah Aidan.

“Idan nggak bisa kamu bentak kayak gitu, Mas Jordy. Aku tau cara dia salah... Tapi kalau mau negur bicaranya yang baik. Dia pasti mau dengerin kata-kata kamu.”

Saat itu yang menjadi fokus utamaku hanyalah menghilangkan trauma Aidan karena terus menjadi bahan rundungan di sekolah. Aku tak peduli mau semarah apa suamiku, atau ia menganggapku 'sok tahu' karena aku hanya ibu sambung anaknya, yang penting hubungan Jordy dan Aidan bisa membaik.

Alhamdulillah... doaku terjabah oleh Yang Maha Kuasa. Dari tadi di depanku sepasang anak dan ayah itu sibuk ngobrol berdua. Aku sebagai penonton di belakang, cuma bisa menahan haru lewat helaan nafas. Kulihat Aidan begitu antusias saat berhenti di sebuah mobil dengan harga yang mungkin sebanding dengan tas Hermes yang dihadiahkan Jordy.

“Mamah, Mamah, liaat! Ada mobil impian Idan, Mah!” seru anak itu berbinar. Aku mendekat, mengelus surai hitam Aidan. “Shalawatin, Dan. Siapa tahu nanti kalau Idan udah gede, bisa kebeli.”

Aidan memejamkan matanya dan langsung melantunkan ayat suci shalawat.

“Ri,” tau-tau Jordy pindah ke sebelah, tangannya merangkul bahuku. “Saya minta izin ya.”

“Izin apa?” Kok perasaanku tiba-tiba gak enak, ya?

“Ini.” Jordy menunjukkan kunci mobil berlambang kuda. Mobil impian Aidan.

“Mas...” Dengkulku lemas mendadak.

“you can't blame me since its one of my hobbies,” sahutnya santai tanpa beban. Aidan yang sudah selesai berdoa kemudian membuka mata dan langsung berteriak heboh ketika Jordy menunjukkan kunci mobil porsche itu di depan matanya. “MAH, DOA IDAN DIKABULIN ALLAH, MAH!”

Aku tersenyum hangat, tapi tidak saat kulirik ayahnya yang tertawa penuh kemenangan.

Sinting tuh orang.

“Ma, jangan gitu liatnya. Kan anakmu tuh yang minta,” bujuk Jordy sambil mendusalkan kepalanya di kepalaku.

Aku menatapnya datar. “Udah ya, jangan belanja yang aneh-aneh lagi.”