Runtuh

Untuk pertama kalinya, aku berdiri menghadap ribuan khalayak yang menyanjung Jordy. Seruan para penggemar yang tak sabar ingin bertemu dengan suamiku, terdengar—bahkan ketika aku belum menginjakkan kaki di atas karpet bergengsi, yang konon hanya berhak diinjak oleh selebritis kelas wahid.

Aku terus menundukkan kepala, menutupi rasa gugup sedari tadi telah memenuhi benakku. Aku belum terbiasa dikerumuni banyak orang, berbeda dengan Jordy yang memang bekerja dalam industri ini, apalagi pernah menikahi seorang selebriti papan atas. Beberapa dari mereka wajahnya tak terlalu asing bagiku. Ketika aku dan Jordy melangkah memasuki gedung, mereka yang sering kulihat wara-wiri di layar lebar, menghampiri Jordy. Dengan santainya Jordy membalas sapaan mereka dengan mencium pipi kiri dan kanan. Sedangkan aku yang berdiri di sebelah Jordy, diam mati kutu. Mulutku rasanya terkunci karena tak kuasa menepis rasa canggung.

Salah satu dari mereka adalah seorang aktris muda yang pernah kutulis namanya di buku tamu saat masih bekerja sebagai resepsionis. Namanya Gabriella. Gadis berparas indo-belanda yang bertubuh mungil dan tak memiliki kerutan di wajahnya. Putih, bening dan halus. Ia mengenakan satin dress berwarna rose gold. Netranya bergulir kepadaku sekilas, alisnya mengernyit bingung.

“Kayak pernah liat ya di PH-nya Kak Jordy,” celetuknya sambil terus menatapku. Aku tersenyum, tak tahu harus merespon ucapannya seperti apa. Jordy yang mendengar celetukan Gabriella, sontak meninggalkan perbincangan hangatnya dengan beberapa sutradara muda lainnya. Ia menengok padaku dan Gabriella.

“Gab, apa kabar?” Tanpa basa-basi, Gabriella menarik tangan Jordy dan mendekatkan tubuhnya yang bermandikan parfum mahal ke suamiku.

“Baik, dong, Kak,” senyum Gabriella pada Jordy. “Oh iya! Maaf ya, Kak Jordy, kemaren pas resepsi, aku gak datang.”

Jadi... perempuan ini diundang juga? Aku bahkan tak tahu siapa-siapa saja tamu yang hadir di pernikahanku waktu itu. Pasalnya, sebagian besar adalah kolega Jordy, temanku yang datang cuma beberapa saja. Itupun yang benar-benar kenal baik denganku.

“Nggak apa-apa, Gab. Santai banget,” sahut Jordy ramah. Gabriella tersenyum lagi, lalu melirikku sebentar, “Cantik.”

“Makasih—” sahutku

“Tapi Mba Kirana tuh vibesnya tuh lebih gimana gitu nggak sih, Kak?” potong Gabriella yang membuatku tersentak. Belum usai hangatnya perbincangan tentangku di salah satu akun spill gosip ternama, ternyata tak sedikit orang-orang yang menentang Jordy menikahiku.

Aku tahu, keputusan Jordy adalah hal yang salah karena memilih perempuan biasa sepertiku. Dia memang terlihat 'lebih' ketika masih bersama almarhum.

“Kayak gitu gimana?” Suara baritone yang sangat khas dari belakang, jauh membuatku lebih terkejut.

Jenan.

Akupun sontak melirik Jordy yang wajahnya masam saat Jenan berdiri di belakangku.

“Eh, Kak Jenan! Apa kabar? Enggak,” gadis itu tertawa renyah seraya menatap Jordy. “Aku tuh cuma mau bilang, auranya Kak Jordy tuh keluar banget kalo sama Mba Kirana,” tandasnya sambil menebar senyum pada suamiku. Aku tersenyum pahit, Jordy memandang Gabriella sekilas dan...ia mengangguk.

Hatiku hancur untuk kesekian kalinya. Nafasku tercekat kala Jordy, yang bahkan kukira akan menggelengkan kepala, justru menyetujui pernyataan aktris muda itu.