Sembilan Work From Home
⛔️21+ tw//mature content
Pemandangan siang hari seorang Jordy Hanandian yang semula hanya gedung pencakar langit yang membosankan, kini mendadak berubah menjadi sesuatu yang mengagumkan.
Netra lelaki lurus-lurus tertuju pada pakaian transparan yang sedang dikenakan tunangannya. Saliva Jordy-pun terasa kelu untuk ditelan.
Pikirannya berisik, hatinya meracau heran. Dia tak pernah menduga bahwa seorang Mentari akan mengenakan pakaian seberani itu di hadapannya.
Kadang dia berpikir, ke mana perginya Mentari yang lugu dan selalu berpakaian sopan itu?
Apa mungkin ini adalah siasatnya untuk memenangkan hati Jordy yang dingin?
Entahlah. Jordy sendiri tidak punya cara untuk menemukan jawabannya.
Yang jelas pakaian Mentari itu membawa masalah baru bagi Jordy.
Helaan nafas sampai-sampai berhembus cukup kencang beberapa kali saat Mentari melangkah dihadapannya.
“Nih sekalian minumnya.” Perempuan itu meletakkan segelas air putih untuk mengisi dahaga kerongkongan Jordy yang kering. Sekali lagi, Jordy bahkan tak berani menatap langsung Mentari lantaran tidak ingin ada sesuatu yang terjadi diantara mereka.
“Mas, kamu kenapa? Kok keringetan gitu? Gerah?”
Jordy perlahan mengangkat pandangannya pada Mentari, lalu tanpa bicara, lelaki itu mengangguk. Setelah mendapat jawaban dari Jordy, perempuan itu kemudian bergegas bangkit meninggalkan bangku makannya. Dia menarik sehelai tisu kemudian memberikannya pada Jordy.
“Lap dulu, keringetan banget kamu, Mas.”
Seandainya Jordy bisa dengan lugas membeberkan alasan dia berkeringat tanpa berolahraga pagi ini, rasanya mungkin akan jauh lebih baik. Tetapi Jordy ingat Mentari selalu menolak ketika dia ingin melangkah lebih jauh dengan wanitanya.
Karena itu Jordy berusaha keras untuk bungkam, walau ia tahu usahanya pun tak main-main dalam menahan gejolak yang tidak ia inginkan.
“Kamu nggak kedinginan pake baju itu?” tanya Jordy, mengalihkan perhatiannya dengan memotong sepotong daging di piringnya.
“Nggak sih.” Jawaban itu sontak membuat Jordy tersedak. Melihatnya, Mentari langsung berpindah ke sebelah Jordy, menepuk punggungnya supaya sedakan itu lekas terhenti.
Tapi yang terjadi bukan hanya sedakan yang reda, namun hal lain yang tidak pernah direncanakan Jordy sebelumnya.
“Mas...” Bahkan Mentari sendiri juga cukup terkejut saat ia menerima kecupan kecil dari Jordy di bahunya. Tangan lelaki itu mulai berani menyusup ke area yang begitu ingin Mentari jaga, dia bermain di sana.
“Mas Jordy!” “Sorry, Mentari. Sorry sekali lagi...” Jordy berdeham pelan usai lelaki itu melumat lembut bibir plumpy tunangannya.
“Kamu...” Mentari cuma bisa menatapnya heran.
“I'm trying hard to hold it, you know?” jawabnya dengan suara serak, kemudian kembali menjejaki leher Mentari yang mulus dan putih bersih. Kali ini Jordy tak lagi menahan dirinya untuk mulai bereksplorasi. Dia menurunkan tali baju puannya, lalu bermain di area bahu serta tulang selangka Mentari yang begitu indah.
Bahkan, lelaki itu kini mengizinkan Mentari untuk duduk di pangkuannya. Matanya setengah terpejam, menikmati setiap jengkal tubuh indah puannya yang sangat memukau.
“You're beautiful than ever, Ri.”
Sedang sang puan yang sejak tadi menerima sentuhan dari Jordy sedikit ragu untuk membalas. Ini adalah kali pertamanya menjadi sedikit lebih nakal. Meski berbekal omongan Chanting yang selalu mengarah ke selangkangan, namun Mentari tidak berani untuk melangkah ke sana.
Dosa, ia tahu itu dengan jelas. Tetapi bersama Jordy, entah mengapa rasa penasaran itu terbongkar bagai misteri yang terpecahkan begitu saja.
Mentari perlahan mulai menyentuh rahang tegas nan maskulin milik calon suaminya, juga menghadiahkan pagutan panas yang sama seperti Jordy.
Yang tadinya hanya bibir ke bibir, kini Mentari juga ikut bereksplorasi dengan lidahnya. Mungkin dia masih pemula, tapi melihat Jordy yang tersenyum puas saat dia bisa menyeimbangkan keinginannya, Mentari merasa bahagia.
“Thats kinda surprise me,” puji Jordy seraya membelai rambut gelombang Mentari. Dia sangat menyukainya.
“Saya suka rambut kamu begini, Ri. Jangan di-hair dryer ya?” pintanya dengan tatapan dalam.
Oh siapapun yang ditatap seperti itu oleh Jordy pasti akan menyetujui permintaannya. Bagi Mentari, mata coklat susu Jordy sangat indah.
“Aku nggak hair-dryer tapi pas sama kamu aja, kalo di luar harus deh.”
“Jangan, Ri. I would not allow that,” tegas Jordy dengan alis bertaut.
“Kamuuu nih yaaa!” Mentari mengangguk, kemudian mengecup bibir Jordy sekali lagi. “Okeee, tapi liat occasion ya.”
Lelaki itu menyambut senang. Dia memeluk puannya erat, menyesap baik-baik aroma bunga yang khas dari Mentari.
Dia mulai mengenali wanginya, dan bila sudah demikian... artinya Jordy akan menyimpannya baik-baik dalam kepala.
Keduanya bahkan begitu terlena satu sama lain, sampai lupa sarapannya masih tersisa cukup banyak
“Kamu nggak mau abisin sarapannya.”
“I ate my breakfast already, Sayang,” jawab Jordy lantang sembari menenggelamkan wajahnya pada bahu Mentari.
“Apa sih? Itu dihabisin dulu, Mas. Ntar kamu laper sampe kantor. Aku suapin aja ya? Asal harus habis.”
“Saya WFH hari ini, Ri.”
Jordy? Work From Home? Ini adalah sebuah keputusan yang benar-benar sangat mencengangkan. Mentari sangat hapal dengan Jordy yang workaholic, sehingga saat mendengar Jordy ingin kerja dari rumah, perempuan itu membelalak tak percaya.
“Kok kamu kaget gitu?” “Ya siapa yang ga kaget, kamu kan kalo bisa mindahin ranjang ke kantor.”
“Ck, mulai deh sarkasnya,” dengus Jordy sambil menarik pelan pipi Mentari.
“Kalo ada yang cari kamu di kantor gimana?”
“Well, I got more than 100 staffs in the office. Toh, ada Teza Jenan juga yang masih bisa kirim report. Ngapain repot. Hari ini saya pengen chill di rumah.”
”...With you,” sambung Jordy kembali menautkan lumatan panas pada bibir Mentari. Untung saja sang puan tidak protes bibirnya kebas setelah itu.