Sepucuk Rindu
“Aku kangen banget sama kamu, Na...”
Lenguhan parau itu terdengar jelas oleh Mentari. Dia segera menoleh pada sosok yang mengucapkan kalimat itu dalam tidurnya.
Tangan yang siap mengelus pipi sosok tersebut seketika terhenti. Andai saja dia berani menyudahi keputusan ini, dia tak perlu menyiksa hati.
Namun apalah daya Mentari, calon putra sambungnya selalu memegangi tangannya setiap ia tidur. Tak pernah sedikitpun jari mungilnya lepas dari genggaman.
Wajah lugunya selalu membayangi Mentari. Sebab setiap hari sudah, Aidan menghabiskan waktu bersamanya.
Perempuan itu lantas kembali menatap pria yang sebentar lagi akan menikahinya. Air matanya perlahan mengalir, meluruhkan segala pedih yang tertahan dalam dada.
Begitu saja Mentari sudah sangat terluka, lalu bagaimana selanjutnya?
Dengan amat pelan, Mentari melepaskan diri dari pelukan sang Tuan. Tangan besar yang terlingkar pada pinggangnya kini hanya memeluk guling yang sengaja Mentari letakkan sebelum ia pergi.
Sayang, Mentari tidak menyadari bahwa putra kecil yang sejak tadi menggenggam tangannya, menyaksikan perempuan itu menangis sesenggukkan di belakang pintu.
—