She's My Home

“Idan mau bobo, Mah.” Aidan terlihat sibuk berpindah dari kursinya. Ia naik ke gendongan Mentari, lalu membenamkan wajahnya dalam peluk Mentari sambil memegang mobil-mobilan.

“Dan, nanti Mamah pegel kalo kayak gitu bobonya. Sama Papi aja sini, nanti kakinya dilurusin,” ujar saya sembari mengusap punggungnya.

“Gak apa-apa, Mas. Idan udah tidur ini, langsung, hehehe.” Benar apa yang Mentari katakan, karena tak lama berselang dengkuran halus terdengar. Kalo begini, beneran anak saya, sih karena kita punya kebiasaan yang sama. Saya menggenggam tangan Aidan sebentar, namun dalam gerakan reflek, anak itu menarik tangannya sendiri, lalu mempererat peluknya pada Mentari.

Mentari tertawa kecil memandang saya. “He missed you a lot, dipegang bapaknya udah gak mau,” keluh saya sesudahnya.

“Bapaknya nggak kangen emang?”

“I miss you so much, Ma,” jawab saya seraya menatap matanya dalam-dalam, dan mengarahkan tangannya untuk mengelus pipi saya sendiri.

“Iya...”

“Thank you for coming home with us. I really thankful for that.” Ia tersenyum dan menyenderkan kepalanya di bahu saya, dan tentu hal ini sangat saya syukuri, karena akhirnya perjuangan saya terbayar.

Kini saya menunjukkan rasa sayang pada Mentari di muka umum, justru ingin satu dunia tau bahwa saya sangat bahagia memiliki pasangan seperti Mentari.

Saya mengecup keningnya agak lama, lalu menarik tangannya untuk kembali mengelus pipi saya.

“Udah ih malu, Mas Jordy!” Ia menarik tangannya yang menjadi korban kecupan kecil saya. Seperti biasa, kedua pipi Mentari menampilkan semburat merah muda.

“You like it though, Babe,” canda saya sengaja.

“Sotoy! Udah Idan ntar bangun kalo kamu kayak gini, Mas Jordyyyy.”

“Ya kalau Aidan bangun tinggal ditaro aja di sebelah sini, lebih luas tempatnya. Dia bisa selonjoran.”

Matanya melotot, “terus?”

“Ya terus, gantian kamu nepuk-nepuk punggung saya kayak kamu ngelonin Aidan.”

“Please ya, Mas... kamu udah tuaaaaa!” Ia menghela nafas dengan wajah heran, didorongnya tubuh saya perlahan.

“Papi, ini di pesawat ya!” omelnya usai saya berhasil mendaratkan satu ciuman kecil di bibirnya.

Saya cuma tersenyum puas mendapati wajah Mentari semakin memerah setelah saya sukses beraksi.