Si Tiba-Tiba Nge-Date

“Mas, arah tol ke kantor kan ke Rasuna Said, kok kita tol to tol?”

“Iya, biarin aja. Saya mau belanja sebentar ke IKEA.”

Mentari cuma bisa mengerjapkan mata karena tak percaya dengan kelakuan lelaki di sebelahnya ini. Sudah sedari pagi calon Nyonya Hanandian itu menerima laporan dari Devon dan Erna tentang Jordy.

Katanya;

“Bu, Bapak ngasih bonus hari ini.. tapi biasanya enggak segini banyak. Apa Bapak salah transfer ya, Bu?”

Mentari yang ditanya justru tak bisa memberi kepastian. Dia belum resmi menjadi istri dari sutradara kondang tersebut, jadi dia tak punya hak untuk mengurus kondisi finansial tunangannya, walau Jordy memberinya Unlimited Black Card serta uang bulanan yang jumlahnya fantastis.

Dia hanya menggunakan uang itu jika Aidan membutuhkan dan bukan untuk keperluan pribadi.

“Belanja di IKEA, emang lemari kamu ada yang rusak?” tanya Mentari.

“Nggak ada sih, cuma ada koleksi baru aja di sana. Siapa tau kamu suka, kita bisa beli.”

Mentari terperangah mendengar ucapan Jordy. Ini sudah hari kedua Jordy bersikap tidak seperti yang biasa-biasanya, dan bagi Mentari itu sangat janggal. Dia bukan bermaksud mencurigai Jordy menutupi kesalahannya, hanya saja, Mentari terlalu terbiasa dengan sikap dingin yang Jordy tunjukkan. Jangankan Mentari, bahkan dua pekerja rumah tangganya pun mengakui hal yang sama.

“Mas—” “Kalo kamu ngira saya sakit lagi, awas aja.” Ultimatum pertama telah digaungkan oleh lelaki itu. Mentari sontak membungkam mulut, dan membiarkan Jordy melakukan apa yang dia mau.

Jalan Tol yang mengarah ke Tangerang pagi itu sedikit tersendat. Meski demikian, lelaki itu tetap tenang mengendarai mobil mewahnya. Satu tangannya menetap di perseneling, sedang yang satu lagi memegang setir. Dia tampak begitu gagah ketika sedang fokus menatap jalan raya.

Bahkan kalau bisa Mentari bilang, Jordy sepertinya sangat menikmati perjalanannya pagi itu. Tidak ada rautan kening; juga omelan yang biasa terucap dari mulutnya. Yang ada Jordy hanya bergumam-gumam kecil melantunkan sebuah lagu yang Mentari baru dengar sekali.

Kalau tidak salah judulnya Until I Found You.

“Kamu tau lagu itu nggak?” tanya Jordy tiba-tiba.

“Tau, tapi nggak terlalu ngerti soalnya itu bahasa Inggris.” Mentari menjawab malu-malu. “Lagi suka lagu itu ya?” tanyanya kemudian.

“Ya, lumayan.” Wajar Jordy menyukai lagu itu, bisa saja arti dari lirik lagu itu menggambarkan kerinduannya pada Almarhumah Kirana. Mentari sama sekali tak berani mencari arti lirik lagu itu karena dia tak ingin bersedih.

“Lagu yang kemaren apa tuh, yang kamu jadiin backsound di IG Story?”

“Duhai Sayang?” “Nah, iya.” Jordy menjentikkan jarinya. “Lagunya bikin ngantuk, ngebosenin.”

“Ya udah, nggak usah didengerin,” ucap Mentari.

“Kamu tetep pake lagu itu?” Mentari mengangguk. “Iya, itu kan lagu favorit aku.”

“Padahal lagu Indo yang lain banyak yang lebih bagus,” cibir Jordy. Mentari langsung memicing, “Ya emang kenapa sih? Aku aja nggak protes sama lagu kesukaan kamu.”

“Kok jadi marah sih?” tanya Jordy menoleh.

“Aku nggak marah,” kilah Mentari dengan wajah tertekuk.

“Nggak usah ngambek gitu, nanti diputerin lagunya.”

“Nggak usah!” Rajukan Mentari rupanya menjadi-jadi. Untung kala itu belokan menuju IKEA sedang sedikit ramai sehingga Jordy harus sedikit-dikit memperlambat laju mobilnya. Dia memanfaatkan situasi dengan memutarkan lagu kesukaan Mentari. Tapi sepertinya bujukan Jordy kala itu kurang berhasil, Mentari tetap memasang wajah cemberut, persis Aidan jika sedang merajuk.

“Itu lagunya udah diputerin.” Jordy menggunakan telunjuknya untuk menusuk pipi chubby Mentari.

“Iyaaa ih, sana ah. Nggak usah megang-megang gitu jugaaaa.” Mentari mendorong pelan telunjuk Jordy, kemudian mengalihkan fokusnya pada pintu mobil, tempat ia seharusnya meletakkan sebotol air putih.

“Yah, aku lupa bawa minum lagi,” keluhnya.

“Nih, saya ada.” Jordy menyodorkan botol minumnya sendiri. Setahu Mentari, Jordy adalah lelaki yang sangat higienis. Selama dia mengenal pria itu, Jordy tidak pernah berbagi minum dengan yang lain, kecuali Aidan.

“Mau minum kan?” Jordy bahkan tutup untuk Mentari.

“Aku beli aja deh nanti di dalem.” “Nggak papa, diminum aja.”

Mentari kembali terperanjat. Akhirnya ia menerima tawaran Jordy untuk minum dari botol yang sama. Namun karena sungkan dan takut Jordy merasa dirinya kurang higienis, Mentari tidak langsung minum dari mulut botol tersebut.

UHUK!

Dia akui dia tidak terbiasa dengan cara minum seperti itu. Biasanya kalau dengan Chanting, Mentari akan langsung meminumnya dari mulut botol yang sama. Tapi masalahnya... dia Jordy Hanandian.

“Minum aja dari botolnya langsung.” Begitu Jordy bicara, Mentari makin tersedak.

“Uhuk– maaf-maaf, nanti aku lap bangkunya—”

Belum sempat Mentari menyelesaikan ucapannya, Jordy telah lebih dulu mengambil secarik tisu lalu menepukkan tisu tersebut ke bagian bangku mobil yang basah, serta celana Mentari yang terciprat air.

“Mas, aku bisa bersihin sendiri. Jangan ngotorin tangan kamu—”

“Can you let me do it for you?” tanyanya dengan suara rendah.

Mentari bersumpah ratusan kupu-kupu di perutnya langsung menari riang. Wajahnya memerah bahkan dua kali lipat dibanding waktu Jordy datang menemui keluarganya.

“Udah,” ujarnya pelan. Ia mengakhiri perkataannya itu dengan sebuah usapan lembut di ujung bibir Mentari.

“M-makasih.” Mentari sampai gelagapan menyaksikan tindak tanduk Jordy barusan.

“Ya, sama-sama.” Lelaki itu membalas dengan posisi tangan yang berada di atas jari Mentari.