“That's why we need to talk, Mentari.”
Suara Jordy sukses membuat tangis dan rasa sakitku membuncah. Bahuku bergetar hebat kala lelaki itu memelukku dari belakang.
Iya, aku begitu marah terhadapnya hanya karena sebuah sepatu. Mungkin bagi sebagian orang sikapku ini akan dibilang lebay, tapi buatku Jordy seperti sedang menunjukkan siapa dia sebenarnya.
Jordy yang selalu dikelilingi wanita; Jordy yang dengan mudah memantik perhatian perempuan di sekitarnya. Dan Jordy yang membiarkan perempuan-perempuan itu menaruh harap padanya.
Pun, aku tidak apa-apa jika dia masih menaruh hati pada Mba Kirana. Berkali-kali aku mengikhlaskan hal itu, tapi tidak dengan pengkhianatan.
Untuk yang kedua kali kulihat tangan besar Jordy terlingkar di pinggulku. Kali ini ia sedikit memaksa hingga membuatku mau tidak mau bertatap muka dengannya.
Pandangan sendu Jordy jelas terarah padaku, jemarinya pun ikut membelai lembut wajahku.
Air mukanya redup, dan meski kami tak saling bicara, tergambar jelas rasa bersalah di wajah suamiku.
Dan pada akhirnya... Aku kalah. Egoku luruh, aku merindukan Jordy. Bahkan lebih dari itu, aku dengan sadar memilih Jordy dan sangat mencintainya.
Meski aku tak tahu siapa yang harus kupercaya saat ini, tapi aku benar-benar tenggelam pada aroma tubuh Jordy yang maskulin malam itu. Dia menarikku dalam dekapannya yang entah apa daya magisnya—mampu membuatku luluh.
“Ri, saya minta maaf.”
Itu pertama kalinya aku mendengar dia memanggilku dengan nama pendekku.
“Saya nggak pernah selingkuh sama Gaby.”
Lagi-lagi wajahku memanas saat nama Gaby keluar dari bibir Jordy.
“Saya nggak main-main sama pernikahan kita.”
Sedikit demi sedikit aku mulai menatap matanya.
“Saya kan udah bilang, jangan percaya sama gosip-gosip di internet.”
“Saya juga udah berapa kali jelasin ke kamu, saya dan Kirana udah selesai.”
“Terus kalo udah selesai?” cicitku pelan.
Jordy tidak menjawab, dia justru mengecup bibirku cukup lama.
“Ya saya pilihnya kamu,” ujarnya usai ciuman itu.
“Can we just stop arguing about that? Saya kangen sama kamu.” Dia mendusalkan wajahnya di bahuku.
Aku mengangguk seraya mengusap rambut belakangnya.
“Oke, Sayang. Sini.” Jordy tersenyum tipis. “Maafin aku juga segala ngeblok semua kontak kamu.”
“Kalo yang satu itu saya agak susah sih maafinnya.”
“Kata kamu tadi kita stop berantem? Kok akunya nggak dimaafin?”
Jordy tersenyum, “Karena kamu terlalu sering ngelakuin hal itu.”
“Ya makanya kamu jangan nyebelin,” balasku sambil menghujani cubitan ringan di perutnya.
“Hahaha okay, got it, Babe.” Gantian aku yang tersenyum lebar.
“Mas.” “Ya?” “Aku mau minta peluk yang erat lagi kayak tadi, karena aku kangen banget sama kamu. Nggak enak nggak dengerin kamu marah dan ngomel, aku pokoknya mau dipeluk.”
“Iya, tapi tidurnya jangan hadap belakang ya, Babe.” “Iya, enggak kok.” Aku membalas peluknya.
“I love you.” Jordy kembali mendaratkan kecupan hangat di bibirku, tapi yang kali ini... sedikit berbeda.
Dia memperdalam ciumannya hingga aku tak diberi celah untuk melawan.
Hahaha, this is what happens when Aquarius alpha man meets Gemini woman.
-FIN-