The Hanandian's Date
“Idan mau pop corn asin, Mah!” seru anak lelaki berambut hitam, ia menarik tangan seorang perempuan, memintanya berbaris rapi di lorong “snacks.”
“Iya, pelan-pelan, Dan. Jangan lari, nanti jatuh,” sahut perempuan itu mengikuti sang bocah berbaris. Di belakang dua orang ini, Jordy berdiri gagah. Tubuh tinggi yang menjadi ciri khasnya membuat para penonton di sana dengan mudah mengenali sutradara kondang tersebut. Jordy langsung menjadi pusat perhatian kaum hawa di sekitarnya. Ada yang menatapnya penuh kagum, dan ada pula yang melirik sang puan dengan pandangan cemburu. Tetapi Jordy sama sekali tak menggubris wanita-wanita muda yang sibuk menebar pesona padanya. Sorot Jordy hanya terpusat pada seseorang yang sedari tadi terus mengurusi putranya di depan.
“Sebentar, Dan. Mamah beli dulu,” ucap sang puan lembut pada Aidan. Sembari satu tangannya mengeluarkan dompet, tangan kirinya menggandeng erat tangan Aidan. “Idan mau sama Mamah.”
“Ya, sini. Tangan Mamah jangan dilepas, nanti ilang,” peringat perempuan itu sebelum ia menatap pegawai bioskop, “Mas, mau yang asin satu ya.”
Pegawai yang bertugas justru bergeming. Bahkan nyaris tak berkedip saat si puan mengajaknya bicara. Ia mengelus dada, “Masha Allah, cantik banget. Bismillah, nomer WA-nya berap—”
“Popcorn asin, satu,” sambar Jordy dari belakang. Sang puan yang menyadari bahwa muka suaminya terpasang dingin lantas terbahak.
“Mukanya jangan galak gitu, bisa nggak?” ledeknya usil.
“Saya biasa aja tuh,” kilah Jordy cepat. Ia kembali melirik sang pegawai yang sedang membawakan popcorn sesuai pesanan sang puan. Dan tanpa berani melirik perempuan itu, si pegawai menyerahkan popcorn pada Jordy.
“Dah, ayo,” ajak Jordy enggan berlama-lama. Diraihnya tangan sang puan untuk mengikuti langkahnya ke depan pintu bioskop.
“Mas,” panggil sang puan. “Ada apa?” Jordy menoleh.
“Idan aja yang digandeng, aku gak usah.” Perempuan itu melepas tangannya dari genggaman Jordy.
“Kenapa?” tanya Jordy datar. “Tanganku kasar,” jawab sang puan, menunduk malu. “....kata kamu.”
“Emang iya,” kata Jordy lagi. “Ya udah gak usah digandeng kalo gitu.” Perempuan itu menyimpan satu tangannya di belakang. “Udah, fokus aja liatin Idan lari-lari. Nanti kalo Idan ilang, kamu panik.”
“Idan gak mungkin hilang kalau magnetnya jalan sebelah saya,” ucap Jordy spontan seraya kembali menggenggam tangan istrinya.
“Mas, dibilang gak usah megang,” decaknya kesal.
“Nanti kamu hilang, Aidan ikut ilang,” jawab Jordy asal. Ia semakin mempererat genggamannya, tak membiarkan perempuannya menjauh.
“Jangan lepas,” bisiknya. “Kalo kamu lepas, nanti gak ada yang bisa saya jagain.” Satu tangan Jordy mengacak rambut belakang sang puan.
Yang ia tidak sadari jika perlakuannya membuat si puan nyaris tak sadarkan diri.