You Are My Sunshine

Jordy nyaris tak percaya dengan apa yang ia lihat sesampainya ia di rumah sakit. Perempuan aneh yang ia pekerjakan di kantornya, lancang mendatangi Aidan, putra tunggal Jordy. Dengan derai air mata penuh kesedihan, perempuan yang memiliki arti nama matahari itu menggenggam tangan Aidan.

“Aidan, Sayang...” Jordy tak kuasa menyembunyikan rasa kagetnya kala mendapati Mentari mengelus dahi Aidan, matanya kontan membelalak, lalu segera menepis tangan Mentari.

“Kamu ngapain?!” seru Jordy dengan nada tinggi. Sementara perempuan yang ia marahi justru memandangnya balik dengan pandangan menyedihkan, ia bahkan berlagak menghiraukan teguran Jordy dengan mengangkat tangan Aidan ke arahnya, lalu ditempelkannya ke pipi.

“MENTARI!” Kali ini Jordy benar-benar mengeraskan suaranya. Ia tak peduli pandangan sinis orang-orang yang terarah padanya. Kalau seandainya mereka tau alasannya, Jordy yakin orang-orang yang mencibirnya akan berbalik mendukung sikap Jordy barusan.

Jordy mendorong jauh tubuh Mentari hingga perempuan itu tersungkur ke lantai hingga menuai tatapan kontra padanya. “Jangan pernah, kamu sentuh anak saya,” peringat Jordy dengan air muka dinginnya.

“Saya mau peluk Aidan...” Alih-alih menuruti permintaan Jordy, perempuan itu malah makin berbuat ulah. Dia tak menyerah, biar Jordy melarangnya, tangan Mentari terus-terusan berusaha meraih jemari mungil Aidan yang telah dipasangkan infus.

“Kamu ini kenapa sih, Mentari? Jangan bilang kamu bolos terap—” Jordy menghentikan ucapannya. Sesaat ia mengingat anjuran Terry yang mengharuskannya bertanya pada Mentari, siapa nama personality Mentari yang bisa muncul di waktu tak terduga seperti sekarang. Maka ditengah-tengah ia harus menemani Aidan, Jordy bertanya pelan. “Kamu siapa?”

“Saya.. siapa?” Mentari justru mendekati Jordy. Ia maju selangkah, kemudian mengulur tangan untuk meraih tangan Jordy.

“Siapa? Jangan pegang saya!” tepis Jordy cepat.

“Saya...nggak akan memberitahu siapa saya, Ody.”

Jordy reflek melangkah mundur kala nama itu tersebut kembali oleh Mentari. Seketika Jordy merasa sekujur bulu-bulu halus di sekitaran tangannya naik semua, membuat Jordy tak habis pikir dengan semua kelakuan Mentari yang diluar nalar.

Pandangan pedih yang terpancar dari kedua netranya, entah mengapa membuat Jordy teringat akan seseorang yang sangat dekat dengannya.

Mendiang Kirana.

Dulu saat Kirana masih hidup, pandangan lekat nan sendu yang terlayang dari netra coklat susunya, selalu membayangi Jordy. Ada raut penyesalan mendalam yang Kirana perlihatkan sesaat sebelum ia menarik nafas terakhirnya. Jordy masih ingat betul sampai detik ini.

“Kasih tahu saya, siapa nama kamu.” Jordy memaksa.

“Percuma, Ody,” lirih Mentari pelan, kemudian mengarahkan tatapannya pada Aidan yang terbujur lemas di ranjang. Tanpa memedulikan tangan Jordy yang menahan lengannya, perempuan itu berjalan mendekati ranjang Aidan.

Dalam hitungan detik, tangan Mentari mulai mengelus dahi Aidan, lalu dengan lirih Mentari menyenandungkan sebuah lagu.

You are my sunshine... My only sunshine.... You make happy when skies are grey... You'll never know dear, how much I love you... Please don't take my sunshine away...

Jordy terdiam saat Mentari menyanyikan lagu itu sambil terus menitihkan air mata. Butiran kristal yang mengalir di wajahnya terkena tepat di punggung tangan Aidan, dan bertepatan dengan hal itu, ajaibnya tangan Aidan tergerak, lalu ia menggigau pelan.

“Mami...” “Idan, Sayang... Mami di sini, Nak. Mami sama kamu...”

Mendengar penggalan kalimat yang meluncur dari bibir Mentari, degup jantung lelaki itu berdetak tak beraturan. Keringat dingin pun sampai membasahi dahinya. Ia memandang Mentari dengan kerutan dalam, bertanya-tanya dari mana Mentari tahu lullaby yang selalu Kirana nyanyikan sebelum Aidan tertidur.

“D-dari mana kamu tau lagu itu, Mentari?” tanya Jordy terbata-bata, sementara yang ditanya tak menanggapi pertanyaan Jordy. Ia sibuk menggenggam jemari Aidan.

“Ma...mi...kenapa...tangan Mami dingin...” Aidan membuka matanya perlahan, lalu menoleh pada Mentari yang masih terus menggenggam tangannya. Mendengar racauan Aidan, Jordy ikut penasaran dan demi membuktikan ucapan Aidan barusan, ia memegang tangan Mentari.

Benar, tangan Mentari terasa sangat dingin, bahkan jauh lebih dingin daripada lemari es di rumah Jordy.